Counter

Followers

Jumat, 31 Januari 2014

Ilmu Munasabah



Pengertian Ilmu Munasabah
Secara etimologis, al-munasabah berarti al musyakalah dan al muqarabah yang berarti “saling menyerupai” dan “saling mendekati”. Secara termilogis, al munasabah berarti adanya keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surat dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti hubungan sebab dan musabbab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan, munasabah juga dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan penggantian.
B. Eksistensi Munasabah
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam Al Qur’an adalah tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). Mengenai tertib sura-surat Al-Qur’an pada ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tertib surat-surat Al-Qur’an sebagaimana yang dijumpai dalam mushhaf yang sekarang adalah tauqifi. Pendapat ini didasarkan atas keadaan Nabi SAW, yang setiap tahunnya melakukan mu’aradhah (mendengarkan bacaanya) kepada Jibril AS. Termasuk yang diperdengarkan Rasul itu tertib surat-suratnya. Pada mu’aradhah terakhir, Zaid ibn Tsabit hadir saat Nabi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tertib surat yang sama kepada kita sekarang.
Sebagaimana ulama memandang tertib ayat-ayat Al-Qur’an masuk dalam ijtihad. Pendapat ini didasarkan atas beberapa alasan. Pertama,mushhat pada catatan para sahabat tidak sama. Kedua, sahabat pernah mendengar Nabi membaca Al-Qur’an berbeda dengan pendapat tertib surat yang terdapat dalam Al-Qur’an. Ketiga, adanya perbedaan pendapat dalam masalah tertib surat Al-Qur’an ini ditunjukan tidak adanya petunjuk yang jelas atas tertib dimaksud. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa sebagianya tauqifi dan lainya ijtihad. Pendapat ini juga mengajukan beberapa alasan. Menurut pendapat ini, tidak semua nama surat Al-Qur’an diberikan oleh Allah, tetapi sebagian diberikan oleh Nabi SAW, dan lainya diberikan oleh para sahabat. Usman pernah ditanya mengapa surat Al Baraah tidak dimulai dengan basmalah. Ia menjawab bahwa ia melihat isinya yang sama dengan surat sebelumnya, surat al-Anfal. Nabi tidak sempat menjelaskan tempat surat tersebut sampai wafatnya. Karena itu, saya kata usman meletakkanya setelah surat al-Anfal.
Meski ketiga pendapat di atas memiliki alasan, tetapi alasan-alasan yang dikemukakan itu tidak semuanya memiliki tingkat keabsahan yang sama. Alasan pendapat yang mengatakan tertib surat sebagai ijtihad tampak tidak kuat. Riwayat tentang sebagian sahabat pernah mendengar Nabi membaca Al-Qur’an berbeda dngan tertib mushhaf yang sekarang dan adanya catatan mushhaf sahabat yang berbeda bukanlah riwayat mutawatir. Tertib mushhaf sekarang berdasarkan khabar mutawatir. Kemudian, tidak ada jaminan bahwa semua sahabat yang memiliki catatan mushhaf itu hadir bersama Nabi setiap saat turun ayat Al-Qur’an. Karena itu, kemungkinan tidak utuhnya tertib mushhaf sahabat sangat besar. Demikian juga alasan pendapat yang mengatakan sebagai surat tauqifi dan sebagian lainya ijtihadi tidak kuat. Keterangan bahwa Nabi tidak sempat menjelaskan letak surat al-Baraah sehingga Usman tidak menempatkannya sebelum surat al-Anfal adalah riwayat yang lemah, baik dari segi sanad maupun matan, sebab perriwayat, Yazid pada sanadnya dinilai majbul oleh al-Bukhari dan Ibn Katsir. Dari segi matan juga riwayat ini lemah karena nabi wafat tiga tahun setengah setelah turunya surat al-Baraah. Tentunya dalam waktu demikian panjang sulit dibayangkan Nabi tidak sempat menjelaskan letak sebuah surat, sedang Nabi setiap tahun membacakan Al-Qur’an kepada Jibril. Sementara itu, riwayat tentang mu’aradhah nabi akan bacaannya kepada Jibril setiap tahun adalah riwayat sahih. Karena itu, pendapat mayoritas lebih kuat dari pada kedua pendapat lainya.
Terlepas dari kontroversi pendapat tentang keberadaan munasabah, ilmu ini termasuk yang kurang mendapat perhatian dari para mufasir. Buku-buku ulumul Qur’an, terutama buku-buku dalam bahasa Indonesia jarang memuat bahasan ini, sebab ilmu munasabah sebagaimana ditegaskan oleh al-Suyuthi termasuk ilmu yang rumit.

C. Urgensi Munasabah
Pengetahuan tentang munasabah Al-Qur’an terutama bagi seorang mufasir sangat urgen. Diantara urgensinya adalah sebagai berikut:
1.      Menemukan makna yang tesirat dalam susunan dari urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surat-surat Al-Qur’an sehingga bagian-bagian dari Al-Qur’an saling berhubungan dan tampak menajadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
2.       Mempermudah pemahaman Al-Qur’an. Misalnya ayat enam dari surat al-Fatihah yang artinya, ‘tunjukanlah kami kepada jalan yang lurus’ disambung dengan ayat ketujuh yang artinya ‘yaitu jalan orang-orang yang Engkau anugrahi nikmat atas mereka. “Antara keduanya terdapat hubungan penjelasan bahwa jalan yang lurus dimaksud adalah jalan orang-orang yang telah mendapatkan nikmat dari Allah SWT
3.       Memperkuat atas keyakinan dan kebenaranya sebagai wahyu dari Allah. Meskipun Al-Qur’an yang terdiri dari atas 6236 ayat dam ditulis runkan, ditempat, keadaan, dan kasus yang berbeda dalam rentang waktu dua puluh tahun lebih, namun dalam susunanya terdapat makna yang dalam berupa hubungan yang kuat antar satu bagian dengan bagian lainya.
4.      Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Qur’an kacau. Tuduhan misalnya muncul karena penempatan surat al-Fatihah pada awal Mushhaf sehingga surat inilah yang pertama dibaca. Padahal, dalam sejarah, lima ayat pertama surat al Alaq sebagai ayat-ayat pertama turun kepada Nabi SAW. Akan tetapi Nabi menetapkan letak al Fatihah diawal mushhaf yang kemudian disusul dengan surat al Baqarah. Setelah didalami, ternyata dalam urutan ini terdapat munasabah. Surat al Fatihah mengandung unsur-unsur pokok dari syariat Islam dan pada surat ini termuat doa manusia untuk memohon petunjuk ke jalan yang lurus. Surat al-Baqarah diawali dengan petunjuk al kitab sebagai pedoman menuju jalan yang lurus. Dengan demikian, surat al Fatihah merupakan titik bahasan yang akan diperinci pada surat surat berikutnya, al Baqarah. Dengan menemukan munasabah tesebut, ternyata susunan ayat-ayat dan surat-surat al qur’an tidak kacau melainkan mengandung makna yang dalam.
D. Langkah-langkah untuk menemukan munasabah
Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk menemukan munasabah antara lain adalah sebagai berikut
1. Melihat tema sentral dari surat tertentu
2. Melihat premis-premis yang diperlukan untuk mendukung tema sentral
3. Mengadakan kategoristik terhadap premis-premis berdasarkan jauh dan dekatnya kepada tujuan
4. Melihat kalimat-kalimat yang saling mendukung didalam premis
E. Macam-macam munasabah
Munasabah terbagi kepada beberapa macam, yaitu munasabah antara surat dengan surat, munasabah antara surat dengan kandungannya, munasabah antara kalimat dengan kalimat, munasabah antara ayat-ayat dalam satu surat, munasabah antara penutup ayat dengan isi ayat, munasabah antara awal uraian dengan akhir uraian surat, dan munasabah antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.
1.      Munasabah antara surat dengan surat
Surat-surat yang ada di dalam Al Qur’an mempunyai munasabah, sebab, surat yang datang kemudian menjelaskan sebagai hal yang jelas disebutkan secara global pada surat sebelumnya (al-Suyuthi). Sebagai contoh, surat alBaqarah  menberikan perincian dan menjelaskan bagi surat al Fatihah. Surat Ali Imran yang merupakan surat berikutnya memberi penjelasan lebih lanjut bagi kandungan surat al-Baqarah. Selain itu munasabah dapat membentuk tema sentral dari berbagai surat misalnya ikrar ketuhanan, kaidah-kaidah agama dan dasar-dasar agama merupakan tema-tema sentral dari surat al Fatihah, al Baqarah, dan ali Imran. Ketiga surat ini saling mendukung tema sentral tersebut.
2.      Munasabah Antara nama Surat dengankandunganya
Nama-nama surat yang ada di dalam Al-Qur’an memiliki kaitan dengan pembahasan yang ada pada isi surat. Surat al Fatihah disebut juga Umm al kitab karena memuat berbagai tujuan Al Qur’an.

3.      Munasabah antara kalimat dengan kalimat dalam satu surat
Munasabah antara kalimat dalam Al Qur’an ada kalanya memakai huruf athaf (kata hubungan) dan ada kalanya tidak. Munasabah yang memakai huruf athaf (kata hubung) biasanya mengabil teknik tadhad (berlawanan). Misalnya pada ayat :
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya” (QS. Al-Hadid (57):4)
dan ayat:
“Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki)” (QS. Al-Baqarah (2): 245)
Kata (masuk dengan keluar ) dan (menyempitkan dengan melapangkan) dinilai sebagai ‘aqalah (hubungan) berupa perlawanan. Sementara itu munasabah yang tidak memakai huruf ‘athaf (penghubung), sandarannya adalah qarinah manawiyyah (indikasi maknawi). Aspek ini bisa muncul dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
a. At-Tanzhir (membandingkan dua hal yang sebanding menurut kebiasaan orang yang berakal). Misalnya:
“Sebagaimana Tuhamu menyuruh pergi dari rumahmu dengan kebenaran” (QS. Al-Anfal(8):5)



download selengkapnya dibawah ini....

Sejarah Turun dan Penulisan Al-Qur’an



A.    Pengertian al-qur’an
Al-quran berasal dari kata qira’ah yaitu masdar dari kata qara’a yang berarti mengumpulkan dan menghimpun, artinya menghimpun huruf-huruf dan kata yang satu dengan yang lainnyadalam satu ucapan yang tersusun rapi, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Qiyamah: 17-18.
Al-Quran secara etimologi merupakan bentuk mashdar (Verbal noun) yang diartikan sebagai isim maf’ul yaitu Maqru’ berarti “yang dibaca”. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kata Quran adalah kata sifat dari Alqur’ berarti “mengumpulkan” (Al-jam’), atau Musytaq dari Alqara’in atau qarana.
Menurut para ahli:
a.       Al-Lihyani
Al- Quran merupakan nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammada SAW.
b.      Az-Zujaj
Al-Quran merupakan nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi yang menghimpun surat-surat , dan kisah-kisah, juga perintah dan larangan atau menghimpun intisari kitab-kitab suci sebelumnya,
c.       Al-asya`ri
Al-Quran adalah kumpulan yang terdiri atas ayat-ayat yangsaling menguatkan dan terdapat kepemimpinan antara ayat satu dengan ayat lainnya.
d.      Al- Farra
Al-Quran dalah kumpulan yang terdiri atas ayat-ayat yang saling menguatkan dan dan terdapat klemiripan antara yang satu dengan yang lainnya
e.       Pendapat Lain
Al-Quran adalah himpunan intisari kitab-kitab Allah yang lain bahkan seluruh ilmu yang ada
Sedangkan menurut terminologi Al-Quran adalah:
كلام الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم المعجم بتلاوته المنقول بالتواتر، المكتوب فى المصاحف من أول سورة الفاتحة إلى سورة الناس.
Artinya:
“Kalam Alloh yang diturunkan kepada nabi-Nya, Muhammad, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat alfatihah dan diakhiri surat an-nas. [1]
Menurut para ahli:
a. Al- Jurajani
Al- Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan
b. Manna al-Qatthan :
Al-Quran adalah kiatb ynag diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membacanya akan memperoleh pahala
c. Abu Syahbah :
Al-Quran adalah kitab yang diturunkan baik lafaz atau makna kepada Nabi terakhir, diriwayatkan secara mutawatir (penuh kepastian dan keyakinan)
Ditulis pada mushaf dari surah Al- Fatihah sampai surah An-Nas.
d. Pakar Ushul Fiqh, dan Bahasa Arab :
Al-Quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Nya, lafaznya dengan mengandung mukjizat , membacannya mepunyai nilai ibadah,
B.     Hikmah Diwahyukannya Al-Quran Secara Berangsur-angsur
Quran diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Djulhijjah haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.
Menurut Al-Zarqani dalam manahil Al-irfan berpendapat bahwa proses turunnya Al-Quran terdiri atas tiga tahapan:
1.      Al-Quran turun secara sekaligus dari Alloh Ke Lauh Al-Mahfuzh, yaitu suatu tempat  yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Alloh, Q.S. Al-buruj ayat 21-22:
 هو فرآن مجيد. في لوح محفوظ (البروج : 21-22)
“Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh” (QS.Al-Buruj : 21-22).
2.      Al-Quran diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-izzah( tampat yang berada di langit dunia), sebagaimana firman Alloh dalam surat Al-Qadar ayat 1:
إن أنزلناه فى ليلة القدر (القدر : 1)
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan-nya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”
3.      Al-Quran diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Hal ini diisyaratjkan dalam Q.S. Asy-Syuaro ayat 193-195:
نزل به الروح الأمين على قلبك لتكون من المنذري. بلسان عربي مبين (الشعراء : 192 – 195)
“Dia dibawa turun oleh ar-ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”.
Masaturunnya Al-Quran dapat dibagi ke dalam dua periode. Perode pertama disebut periode makiyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih bermukim di Mekah, yaitu 12 tahun 5 bulan 13 hari yaitu dari 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi. Perode kedua disebut periode Madaniyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, yakni dari permulaan Rabiul awal tahun 54 dari kelahiran Nabi sampai 9 Djulhijjah tahun 63 dari ke;ahiran Nabi. Hal ini menanadakan bahwa Al-Quran mempunyai hubungan dialektis dengan situasi dan tempat dimana ia diturunkan.
Turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur mempunyai hikmah dan faedah yang besar sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Furqon ayat 32.
Di samping itu masih banyak pula hikmah yang terkandung dalam hal diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur sebagai berikut:
1.      Untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW
Mengingat watak keras masyarakat yamg dihadapi Nabi, maka dengan turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur maka akan memperkuat hati Nabi.
2.      Sebagai Mukjizat
Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi Nabi dari kaum Al-Quran baik dari pertanyaan yang memojokkan turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu tidak saja menjawab pertanyaan itu bahkan menantang mereka untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Quran
3.      Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Al-Quran.
Sekiranya Al-Quran turun sekaligus tentu sulit untuk memahami dan menghafal isinya.
4.      Untuk menerapkan hukum secara bertahap.
5.      Sebagai bukti bahwa Al-Quaran adalah bukan rekayasa Nabi Muhammad atau manusia biasa meskipun rangkaian ayatnya turun selama 23 tahun tetapi sistematika dan kandungannya tetap konsisten.

C.       Penulisan Al-Quran pada Masa Nabi
Pada masa nabi, kedatangan wahyu tidak saja di ekspresikan dalam bentuk hafalan tetapi juga dalam bentuk tulisan, nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas mencatat wahyu. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Afan, Ali bin Abi tholib, Abban bin sa’id, Khalid bin Al-walid, dan Muawiyyah bin Abi Sufyan. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.
Kegiatan tulis menulis Al-Quran tadi didasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim:
لا تكتبوا نى شيئا إلا القرآن ومن كتب عني سوى القرآن فليمحه.
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barangsiapa telah menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya” (HR. Muslim).
Diantara faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa nabi adalah:
1.      Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.


[1] Rosihon Anwar. ulumul Quran (Bandung : Pustaka setia, 2004).


download text file dibawah ini


muhkam dan muhtasyabih



A.    Pengertian muhkam dan muhtasyabih
Kata muhkam berasal dari kata ibkam ,yang menurut eti mologi (bahasa), yang berarati kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal tasyabaha dan isytabahaberarti dua hal yang masing-masing menyerupai yang lainnya’.[1]
Dalam al-qur’an terdapat ayat-ayat yang menggunakan kedua kata ini
Pertama, Firman allah


‘’sebuah kitab yang di sempurnakan  (dijelaskan)ayat-ayatnya’’
   Adapun pengertian terminology (istilah),muhkan dan muhtasyabih di ungkapakan para ulama’, seperi berikut
1.      Ayat muhkam  adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang,baik melalui takwil (metafora)[2]ataupun tidak. Sedangkan ayat muhtasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat di ketahui allah, seperti saat kedatangan hari kiamat,keluarnya dajjal, definisi ini di kemukakan oleh ahlussunnah
2.      Ayat muhkam adalah ayat yang makananya jelas, sedangkan muhtasyabih adalah sebaliknya
3.      Ayat mukakam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinana sisi arti lain, sedangkan ayat muhtasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak . definisi ini di kemukakan oleh ibn’abbas
4.      Muhkam adalah ayat yang berdiri sendiridan tidak memerlukan keterangan. Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri, tetapi memerlukan keterangan. Kadang-kadang diterangkan dengan ayat atau keterangan tertentu dan dilain kali di terangkan dengan ayat atau keterangan yang lain pula karena terjadinya perbedaan dalam menakwilnya. Pendapat ini di ceritakan dari Imam Ahmad  r. a
5.      Muhkam adalah ayat yang saksamasusunan dan urutannya yang membawa kepada kebangkitan makna yang tepat tanpa pertentangan. Muhkatasyabih ialah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasakecuali bila ada bersamanya indikasi atau melalui konteksnya. Lafal musytarakmasuk kedalam mutaasyabih menurut pengertian ini. Pendapat ini di bangsakan kepada Imam al-harmain
6.      Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak masuk padanya isykal (kepelikan. Mutasyabih ialah lawanya. Muhkam terdiri atas  lafal nash dan lafal zahir. Mutasyabih terdiri atas ism-ism (kata-kata benda)musytarak dan lafal-lafal mubbamab
7.      Muhkam ialah ayat-ayat yang tunjukan maknanya kuat, yaitu lafal nash dan lafal zahir. Mutasyabih ialah ayat yang tunjukann maknanya tidak kuat, yaitu lafal mujimal, muawal, dan musykil.

B.     Sebab-Sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al- Qur’an
Sebab tasyabuh atau mutasyabih adalah keterssembunyian maksud bahwa keterse4mbunyian itu bisa kembali kepada makna atau kepada lafal dan makna sekaligus. Contoh ketersembunyian pada laafal adalah
                                                                                     Lafal

Disini mutasyabih karena ganjilnya dan jarang di gunakan . kata
Diartikan sebagai rumput-rumput berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya

Mutasysabih yang timbul  dari ketersembunyian pada makna adalah ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat-sifat tuhan seperti


Dan sebagainya.mutasyabih yang timbul dari ketersembunyian pada makna dan lafal sekaligus adalah seperti



Artinya;
            Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya. Akan tetapi kebaktian itu adalah kebaktian itu adalah orang yang bertakwa. Dan masuklah kedalam rumah-rumah itu dari pintu-pintunya;dan bertakwalah kepada allah agar kamu beruntung
( Q.S Al-Baqarah;189)  
Ayat ini tidak dapat dipahami oleh orang yang tidak mengetahui adat bangsa Arab di zaman jahiliyah. Diriwayatkan bahwa  beberapa orang ansar jika berihram (untuk haji atau umrah ) tak seorang pun mereka mau memasuki pagar atu rumah dari pintunya jika ia seorang penduduk kota, ia menggali lubang di belakang-belakang rumahnya dan ia keluar masuk dari sana. Jika ia seorang badwi ia keluar dari belakang gubuknya. Sehubungan dengan itu ayat ini diturunkan. Ketersembunyian maksud ayat ini kembali kepada lafal karena ringkasnya. Sekiranya dibentangkan maksudnya maka bunyinya demikian



Ketersembunyian maksudnya juga kembali kepada makna karena itu disamping membentangkan lapalnya harus juga mengetahui adat bangsa arab di masa jahiliyah.
Adapun menurut Al-zarkani, ayat-ayat mutasyabih dapat dibagi kepada tiga macem
1.      Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya , seperti pengetahuan tentang zat allah dan hakikat sifat-sifatnya , pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib lainnya . Allah berfirman

Artinya
“Dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib tak ad yang mengetahuinya kecuali di sendiri…..”(Q.S.Al-an’am 59)







Artinya:
‘’sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti)apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang mengetahui di bumi mana ia akan mati Sesungguhnya Allah maha Mengetahui lagi maha mengenal”. (Q.S.Luqman:34)
2.      Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian seperti ayat-ayat muhtasyabihat yang kesamarannya. Allah berfirman



Artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adilterhadap( hak-hak) perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita (lain)….”(Q.S. An-nisa;3)
Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasanya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat aslanya yang berbunyi


Artinya:
‘’dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terdapat perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilahwanita-wanita selain mereka “
3.      Ayat-ayat mutasyabihat  yang maksudnya dapat diketaui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama. Maksud yang demikian adalah makna-makna yang tinggi yang memenuhi hati orang-orang yang jernih jiwanya dan mujtahid
Dalam pengertian  yang sama, Al-Raghib Al-Ashfahani memberikan penjelasan yang mirip, menurut dia,muhtasybih terbagi kepada tiga jenis, yaitu jenis yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya , seperti waktu kiamat,keluarnya dabbah(binatang)dan sebagainya: jenis yang dapat diketahui oleh manusia, seperti lafal-lafal yang ganjil (garib)dan hukum yang tertutup , dan jenis yang hanyta dapat di ketahui oleh ulama tertentu yang sudah mendapat ilmu. Jenis terakhir inilah yang di syariatkan Nabi dengan do’anya bagi ibnu abbas:



Artinya:
            ‘ya tuhanku jadikanlah dia seorang yang paham dalam agama dan ajarkanlah kepadanya takwil  [3]







C.    Sikap Para ulama Terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Muhtasyabih
Para ulama berbeda paendapat  tentang apakah arti ayat-ayat muhtasyabih dapatkah di ketahui oleh manusaia makna dari muhtasyabihat itu?, atau hanya allah saja yang mengetahuinya. Bahwasanya pandangan dan sikap para ulama dalalm menghadapi ayat-ayat muhtasyabih dalam alqur’an tidaklah sama, bahkan terjadi pro dan kontra  diantara mereka,perbedaan pendapat ini bermula dari cara memahami firman allah












Artinya:
“Dialah yang menurunkan aL-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Diantara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok isi al-qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih untuk menimbulkan fitnah dan mencari cari takwilnya, pasahal tidak ada yang mengetahuinya kecuali allah.dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata; kami beriman kepada ayat-ayat yang muhtasyabih, semuanya itu dari sisi tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-orang yang berakal (QS Al-imran(3)(7))
 dalam menjawab persoalan terssebut, para ulama terbagi atas tiga kelompok yaitu’’fasif, aktif, dan aktif fasif
 berangkat dari interpretasi dalam memahami firman allah surah ali ‘imran ayat 7 di atas, yaitu ayat





Sikap para ulama terhadap para ulam muhtasyabih terbagi dalam dua kelompok yaitu:


[1]Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an  Edisi Revisi,Jakarta:, PT Raja Grafindo Persada, 2002,  hlm. 103.
[2]Rosihon Anwar , Ulum Al-qur’an , Bandung, CV  Pustaka Setia: 2008, hlm. 121.
[3]  Ahmad Syadali ~Ahmad Rofi’I,  , ulumul Qur’an Bandung,: CV Pustaka Setia,1997, hlm.204-208.




download full dibawah

follow me in

adv



From: http://www.nusaresearch.net/public/recommend/recommend

clik me

yours comment here