Counter

Followers

Rabu, 09 Oktober 2013

Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Hukum Islam



Pengertian hukum islam atau hukum syara' menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab)

syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan

dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih

atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek

yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah.

Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib

diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dan di dalamnya termuat Ilmu Akhlak.

Pokok pembicaraan mengenai hubungan akhlak dengan ilmu hukum adalah perbuatan

manusia. Tujuannya mengatur hubungan manusia untuk kebahagiannya.

Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Hukum Islam adalah akhlak dapat mendorong

manusia untuk tidak berfikir dalam keburukan, tidak mengkhayal yang tidak berguna,

sedangkan hukum dapat menjaga hak milik manusia dan mencegah orang untuk

melanggar apa yang tidak boleh dikerjakan.

Selain itu, di dalam hukum terdapat sanksi-sanksi yang dapat memberi hukuman bagi

seorang yang memiliki akhlak buruk. Misalnya saja suatu ketika ada seseorang yang

berakhlak kurang baik melakukan suatu tindakan buruk contohnya mencuri, dia akan

mendapatkan sanksi, karena secara hukum dia telah melakukan pelanggaran.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan

hukum disini adalah dalam hukum terdapat perintah dan larangan, jika melaksanakan

yang diperintahkan berarti dapat dikatakan berakhlak baik, namun jika melanggar

apa yang diperintahkan maka dapat dikatakan akhlaknya buruk, dan hukum memberi

balasan atas baik buruknya akhlak.





Cloap Program Affiliasi                 Salju Shop - Kupon Diskon Ekslusif 



              

Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu



Sebagaimana Ilmu Tasawuf, Ilmu Filsafat juga mempunyai hubungan yang

berdekatan dengan Ilmu akhlak. Pengertian Ilmu Filsafat adalah ilmu pengetahuan

yang berusaha menyelidiki segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan

menggunakan pikiran. Filsafat memiliki bidang-bidang kajiannya mencakup berbagai

disiplin ilmu antara lain:

a. Metafisika : penyelidikan di balik alam yang nyata

b. Kosmologo : penyelidikan tentang alam (filsafat alam)

c. Logika : pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat

d. Etika : pembahasan tentang timgkah laku manusia

e. Theodica : pembahasan tentang ke-Tuhanan

f. Antropolog : pembahasan tentang manusia

Dengan demikian, jelaslah bahwa etika/akhlak termasuk salah satu komponen dalam

filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu

tersebut kian meluas dan berkembang akhirnya membentuk disiplin ilmu terendiri dan

terlepas dari filsafat. Demikian juga etika/akhlak, dalam proses perkembangannya,

sekalipun masih diakui sebagian bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah

merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.7

Selain itu filsafat juga membahas Tuhan, alam dan makhluknya. Dari pembahasan ini

akan dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan Tuhan

dan memperlakukan makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan diwujudkan

akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, dan makhluk Tuhan lainnya.8

Jadi kesimpulannya hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat adalah di

dalam Ilmu filsafat dibahas hal-hal yang berhubungan dengan etika/akhlak dan

dibahas pula tentang Tuhan dan bahkan menjadi cabang ilmu tersendiri yaitu Etika

dan Theodica. Setelah mempelajari ilmu0ilmu tersebut diharapkan dapat terwujud

akhlak yang baik.








Cloap Program Affiliasi                   Salju Shop - Kupon Diskon Ekslusif 






                    

HUBUNGAN ANTARA ILMU AKHLAK DENGAN ILMU TASAWUF



Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan.

Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal yang

terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa.4

Tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah

dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan

perbuatan yang terpuji.

Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus

terlebih dahulu berakhlak mulia.

Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa,

zakat, haji, dan sebagainya.

Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebih lanjutr dapat diuraikan

sebagai berikut:

Ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur'an dan Al-Hadist

mementingkan akhlak. Al-Qur'an dan Al-Hadist menekankan nilai-nilai kejujuran,

kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, rasa keadilan, tolong-menolong,

murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah,

keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai

ilmu, dan berfikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang

muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil.5

Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf dalam Islam ialah bahwa akhlak

merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah esensi dari akhlak itu


sendiri.6










Cloap Program Affiliasi                           Salju Shop - Kupon Diskon Ekslusif 



                           

HUBUNGAN ANTARA ILMU AKHLAK DENGAN ILMU TAUHID



Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid merupakan hubungan yang
bersifat berdekatan, sebelum membahas lebih jauh apa hubungan antara Ilmu Akhlak
dengan Ilmu Tauhid terlebih dahulu kita mengingat kembali apa pengertian Ilmu
Akhlak dan Ilmu Tauhid.
Menurut Ibn Maskawih Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbamgan.
Sedangkan Ilmu Tauhid adalah Ilmu yang membahas tentang cara-cara mengEsakan
Tuhan sebagai salah satu sifat yang terpenting diantar sifat Tuhan lainnya. 
2  Hubungan Ilmu antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid dapat dilihat melalui
beberapa analisis

Pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya, Ilmu Tauhid sebagaimana diuraikan
di atas membahas masalah Tuhan baik dari segi Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya.
Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan menjadi landasan
sehingga perbuatan yang dilakukan manusia semata-mata karena Allah SWT. Dengan
demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas dan
keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Allah SWT berfirman dalam
QS. Al-Bayyinah, 98: 5) yang artinya:
Padahal mereka tidak disuruh supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.

Kedua, dilihat dari segi fungsinya, Ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang
bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-
dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan
mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu.
Masalnya jika seseorang beriman kepada malaikat, maka yang dimaksudkan antara
lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat pada malaikat, seperti sifat
jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang
diperintahkan Tuhan, percaya kepada malaikat juga dimaksudkan agar manusia
merasa diperhatikan dan diawasi oleh para malaikat, sehingga ia tidak berani
melanggar larangan Tuhan. Dengan cara demikian percaya kepada malaikat akan
membawa kepada perbaikan akhlak yang mulia. Allah berfirman dalam QS. Al-
Tahrim, 66: 6) yang artinya: (Malaikat-malaikat) itu tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka yang selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.
Dari uraian yang agak panjang lebar ini dapat dilihat dengan jelas adanya hubungan
yang erat antara keimanan yang dibahas dalam Ilmu Tauhid dengan perbuatan baik
yang dibahas dalam Ilmu Akhlak. Ilmu Tauhid tampil dalam memberikan bahasan
terhadap Ilmu Akhlak, dan Ilmu Akhlak tampil memberikan penjabaran dan
pengamalan dari Ilmu Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada artinya
dan akhlak yang mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu Tauhid memberikan
arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. Disinilah


letaknya hubungan yang erat dan dekat antara Tauhid dan Akhlak.3















Cloap Program Affiliasi                        Salju Shop - Kupon Diskon Ekslusif 




                        

AKHLAK TASAWUF

PENGERTIAN ILMU AKHLAK

Dalam membahas pengertian Akhlak,ada dua tipe pendekatan yang dapat digunakan
untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan
terminologik (peristilahan).
• Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar
(bentuk infinitive), akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan)
t’sulasimajidaf’’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai)b, ath-thabi’ah
(kelakuan, tabiat, watakdaasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-sin (agama).
Linguistic akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang
tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Kata akhlak adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan
arti akhlak sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlaq atau khulqun
kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam al-quran maupun dalam hadist,
sebagaiberikut :“ Dan sesungguhnya kamubenar-benar berbudi pekerti yang agung” (Q.S.Al-Qalam, 68:4)
(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dahulu (Q.S.Al-Asyura, 26:137)
Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna
budipekertinya (H.R.Tirmidzi)
Dengan demikian merujuk kepada ayat diatas kata akhlak atauk hulqun secara
kebahasan berarti budi pekerti, adat kebisaan, atau perangai muru’ah atau segala sesuatu yang
sudah menjaditabiat.
• terminologik (peristilahan), Pengertian akhlak dalam Islam adalah perangai yang
ada dalam diri manusia yang mengakar, yang dilakukannya secara spontan dan terus
menerus. Agama Islam menjadi sumber datangnya akhlak. Orang yang memiliki
akhlak memiliki landasan yang kuat dalam bertindak.Keseluruhan definisi akhlak
tersebut diatas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansi saling tampak saling melengkapi,
dan darinya kita dapatmelihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakuakan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti
bahwa pada saat melakukan perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar,
hilang ingatan, tidur atau gila. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh
orang yang sehat akal pikirannya. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau
tekanan dari luar. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbutaan yang dilakukan
dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan
dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah
perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena
ingin dipuji atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.

RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU AKHLAK
Ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-pebuatan manusia, kemudian
menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan
yang buruk. Ilmu akhlak berkaitan dengan norma ataupenilaianterhadapsuatuperbuatan yang
dilakukanolehseseorang. Akhlak sebagai suatu disiplin ilmu agama sudah sejajar dengan
ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti tafsir, tauhid, fiqh, sejarah islam, dll.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmua khlak pada intinya adalah perbuatan
manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk.
Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakansebagaiberikut :
Bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatanmanusia yang selanjutnya perbuatan
tersebut ditentukan baik atau buruk.
Kemudian menurut Muhammad Al-Ghazali akhlak menurutnya bahwa kawasan pembahsaan
ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebgai individu maupun
kelompok. Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun
pengidentikkannya ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikkan antar aakhlak

dengan etika mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat
manusia. Namun perlu ditegaskan kembali bahwa yang dijadikan objek kajian Ilmu Akhlak
disini adalah perbuatan akhlak yang memiliki ciri-ciri dilakukan atas kehendak dan kemauan,
sebenarnya mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus-menerus dalamk
Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak
terpaksa, dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura.

BEBERAPA ALASAN PENTINGNYA AKHLAK ISLAMI

• Akhlak adalah faktor penentu derajat seseorang.
• Akhlak merupakan buah ibadah, seperti yang tercantum dalam Surat Al-‘Ankabut
ayat 45.
• Keluhuran akhlak adalah amal terberat di akhirat.
• Lambang kualitas masyarakat.
• Untuk membentuk akhlak yang baik.

MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK

Berkenaan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebgaai
Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya yang menyebabkan kita dapat
menetapkan sebagian perbuatan yang lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan
lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk
perbuatan buruk, membayar utang kepada pemilkinya termasuk perbuatan baik, sedangkan
mengingkari utang termasuk pebuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk
membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan marahsehingga hati menjadi suci
bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima NUR cahayaTuhan.
Seseorang yang memmpelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang criteria perbuatan
baik dan buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan
perbuatan yang buruk.
Ilmua akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai
berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki IPTEK
yang majudisertaiakhlak yang mulia, niscayailmupengetahuaan yang Ia miliki itu akan
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang
memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan,
namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan
yang akibatnya akan menimbulkan bencana dimuka bumi.
Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan
ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha
menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai perbuatan
yang dapat membahyakan dirinya.
Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ilmu Akhlak bertujuan untuk
memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik
atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia beruasaha melakukannya, dan terhadap
yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya.

CIRI-CIRI SESEORANG YANG MEMILIKI AKHLAK ISLAMI

• Tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu.
• Akhlaknya mencakup semua aspek kehidupan.
• Berhubungan dengan nilai-nilai keimanannya, sesuai Surat Al-Maidah ayat 8.
• Berhubungan dengan hari kiamat atau tafakur alam.

• Memandang segala sesuatu dengan fitrah yang benar.











Cloap Program Affiliasi                             Salju Shop - Kupon Diskon Ekslusif 





                          

Sabtu, 05 Oktober 2013

DIKOTOMI PENDIDIKAN



A.    Dikotomi Pendidikan
Pemakalah mengambil tema dikotomi pendidikan karena hal ini merupakan problematika pendidikan yang hangat di bicarakan, dan ini di anggap problem yang cukup serius terlebih lagi pendidikan Islam. Untuk lebih jelasnya pemakalah akan menjelaskan aspek-aspek penting dalam dikotomi pendidikan sehingga di anggap sebagai problematika yaitu :
1.      Latar belakang terjadinya dikotomi pendidikan  Islam
Dikotomi ilmu pengetahuan merupakan sebuah paradigma yang selalu marak dan hangat diperbincangkan dan tidak berkesudahan. Adanya dikotomi pengetahuan ini akan berimplikasi kepada dikotomi pendidikan itu sendiri. Ada pendidikan berkecimpung pada ilmu pengetahuan modern yang jauh dari nilai-nilai agama, Ada pula pendidikan yang hanya konsen pada pengetahuan agama yang kadangkala dipahami dengan penuh dengan kejumudan serta jauh dari ilmu pengetahuan.
Dalam pengamatan penulis, setelah memahami berbagai literatur ternyata timbulnya membawa pada kesimpulan bahwa akar munculnya dikotomi ilmu disebabkan  Pertama, faktor perkembangan pembidangan ilmu itu sendiri, yang bergerak demikian pesat sehinggga membentuk berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Hal ini menyebabkan jarak ilmu dengan induknya filsafat, dan antara ilmu agama dengan ilmu umum kian jauh. [1]
Kedua, faktor historis perkembangan umat islam ketika mengalami masa stagnan atau kemunduran sejak Abad pertengahan (tahun 1250-1800 M), yang pengaruhnya bahkan masih terasa sampai kini atau meminjam istilah Azra hal ini disebabkan karena kesalahan sejarah (historical accident). Pada masa ini, dominasi fuqaha dalam pendidikan Islam sangatlah kuat, sehingga terjadi kristalisasi anggapan bahwa ilmu agama tergolong fardlu ‘ain atau kewajiban individu, sedangkan ilmu umum termasuk fardlu kifayah atau kewajiban kolektif. Akibat faktor ini, umat dan Negara yang berpenduduk mayoritas Islam saat ini tertinggal jauh dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi (IPTEK) bila dibandingkan dengan umat dan Negara lain. Ketiga, faktor internal kelembagaan pendidikan Islam yang kurang mampu melakukan sosial dan budaya yang dihadapi umat dan Negara yang berpenduduk mayoritas Islam.[2]
2.      Dampak Dikotomi Ilmu Pengetahuan Terhadap Pengembangan Pendidikan Islam
Menurut al-Faruqi, setidaknya terdapat dua penyebab utama terjadinya dikotomi pendidikan dalam dunia Islam, yaitu:
1)        Imperialisme dan Kolonialisme Barat atas Dunia Islam
Sebagai akibat dari kerusakan mengerikan yang ditimbulkan orang-orang non-Muslim kepada umat di abad ke 6 dan 7 H atau sekitar abad ke 12 dan 13 M., yakni serbuan tentara Tartar dari Timur dan pasukan Salib dari Barat, para pemimpin Muslim kehilangan akal dan tidak mempunyai keyakinan kepada diri sendiri. Mereka berfikir bahwa dunia mereka mengalami bencana, mereka mengambil sikap yang sangat konservatif dan berusaha untuk menjaga identitas dan milik mereka yang paling berharga (Islam) dengan melarang segala bentuk inovasi dan mengemukakan ketaatan fanatik secara harfiah kepada syari’ah. Saat itu mereka meninggalkan sumber utama kreatifitas, yakni “ijtihad”.
Mereka mencanangkan penutupan pintu ijtihad. Mereka memperlakukan syari’ah sebagai hasil karya yang sempurna dari para leluhur. Mereka menyatakan bahwa setiap penyimpangan dari syari’ah adalah inovasi, dan setiap inovasi tidak disukai dan terkutuk. Sebagaimana yang dijelaskan di sekolah-sekolah, syari’ah harus menjadi beku dan karenanya menjaga keselamatan Islam. Kebangkitan Islam, terlebih kemenangan dan ekspansi kaum Muslimin ke Rusia, Balkan, Eropa Tengah, dan Barat Daya di sekitar abad ke-8 dan ke-12 tidak dapat meniadakan tindakan-tindakan konservatif tersebut. 
Pada zaman modern, Barat membebaskan daerah-daerah yang ditaklukkan Ottoman di Eropa. Barat menduduki, menjajah, dan memecah belah dunia Islam, kecuali Turki karena disini kekuatan Barat berhasil diusir. Sementara Yaman dan Arab Tengah dan Barat tidak menarik untuk dijadikan daerah jajahan. Kekuatan Barat mengeksploitir kelemahan kaum Muslimin sebesar mungkin, dan merekalah yang menyebabkan malaise yang dialami dunia Islam. Sebagai respon terhadap kekalahan, tragedi, dan krisis yang ditimbulkan Barat di dunia Islam dalam dua abad terakhir ini, para pemimpin Muslim di Turki, Mesir, dan India mencoba melakukan westernisasi terhadap umat dengan harapan membuatnya dapat bertahan secara politik, ekonomi, dan militer.
Penjajahan Barat atas dunia Muslim menyebabkan umat Islam tidak berdaya. Dalam kondisi seperti itu, tidak mudah bagi umat Islam untuk menolak upaya-upaya yang dilakukan Barat terutama injeksi budaya dan peradaban modern Barat. Tak pelak, ilmu-ilmu Barat sering menggantikan posisi ilmu-ilmu agama dalam kurikulum sekolah Islam. Sementara upaya untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum (Barat) tidak begitu dilakukan waktu itu, yang terjadi justru pemisahan secara dikotomis antara ilmu agama dan ilmu umum sekuler.[3]
2)   Pemisahan antara Pemikiran dan Aksi di Kalangan Umat Islam
Di awal sejarah Islam, pemimpin adalah pemikir dan pemikir adalah pemimpin. Wawasan Islam pada waktu itu dominan, dan hasrat untuk mewujudkan wawasan Islam di dalam sejarah menentukan semua tingkah laku. Itulah keasyikan dari seluruh masyarakat Islam. Setiap Muslim yang sadar berusaha menyelidiki realitas tentang materi-materi dan kesempatan-kesempatan untuk kemudian dibentuk kembali ke dalam pola-pola Islam.
Pada waktu yang bersamaan, seorang faqih (ahli fiqih) adalah imam, mujtahid, qari, muhaddits, guru, mutakallimun, pemimpin politik, jenderal, petani atau pengusaha, dan kaum profesional. Jika ada yang merasa lemah, maka orang-orang di sekelilingnya dengan senang hati akan membantunya dalam mengatasi kekurangan itu. Semua orang memberikan semuanya demi cita-cita Islam.
Di kemudian hari, kesatupaduan antara pemikiran dan aksi ini pecah. Saat keduanya terpisah, masing-masing kondisinya memburuk. Para pemimpin politik dan pemilik kebijakan mengalami krisis tanpa memperoleh manfaat pemikiran, tanpa berkonsultasi kepada para cerdik-pandai, dan tidak memperoleh kearifan mereka. Akibatnya adalah kemandegan (stagnasi) yang membuat warga cerdik merasa asing dan semakin terisolasinya para pemimpin. Untuk mempertahankan posisi mereka, para pemimpin politik melakukan kesalahan yang semakin banyak dan besar. Di pihak lain, para pemikir menjadi asing dan semakin jauh dari keterlibatan aktif di dalam urusan umat, mengambil hal ideal sebagai balasan mereka dalam mengutuk otoritas politik.
Mereka cenderung kembali melihat ke belakang pada masa kejayaan Islam masa silam. Para sarjana Barat seolah mengatakan bahwa rasa bangga atas keunggulan budaya masa lampau telah membuat para sarjana Muslim kurang menanggapi tantangan yang dilemparkan oleh para sarjana Barat. Padahal bila tantangan itu ditanggapi secara positif dan arif, dunia Muslim akan dapat mengasimilasikan ilmu pengetahuan baru dan bisa memberinya arah.[4]
Al Faruqi mengungkapkan bahwa pendikotomian merupakan simbol jatuhnya umat Islam, karena sesungguhnya setiap aspek harus dapat mengungkapkan relevansi Islam dalam ketiga sumbu tauhid. Pertama, kesatuan pengetahuan; kedua, kesatuan hidup; dan ketiga, kesatuan sejarah. Dikotomi keilmuan sebagai penyebab kemunduran berkepanjangan umat Islam sudah berlangsung sejak abad ke-16 hingga abad ke-17 yang dikenal sebagai abad stagnasi pemikiran Islam. Dikotomi ini pada kelanjutannya berdampak negatif terhadap kemajuan Islam.
Sementara Ikhrom mengemukakan bahwa setidaknya terdapat empat masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama, sebagai berikut:
1.        Munculnya ambivalensi dalam sistem pendidikan Islam; di mana selama ini, lembaga-lembaga semacam pesantren dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam dengan corak tafaqquh fil al din yang menganggap persoalan mu’amalah bukan garapan mereka; sementara itu, modernisasi sistem pendidikan dengan memasukan kurikulum pendidikan umum ke dalam suatu lembaga telah mengubah citra pesantren sebagai lembaga taffaquh fil adin tersebut. Akibatnya, telah terjadi pergeseran makna bahwa mata pelajaran agama hanya menjadi stempel yang dicapkan untuk mencapai tujuan sistem pendidikan modern yang sekuler.
2.        Munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam. Sistem pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum.
3.        Terjadinya disintegrasi sistem pendidikan Islam, dimana masing-masing sistem (modern/umum) Barat dan agama (Islam) tetap bersikukuh mempertahankan kediriannya atau egoisme.[5]
4.        Munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena pendidikan Barat kurang menghargai nilai-nilai kultur dan moral.
Selanjutnya, International Institut of Islamic Thought Herndon Virginia menyatakan bahwa, dikhotomi merupakan salah satu krisis utama umat yang berdampak pada beberapa ruang lingkup kehidupan umat, meliputi: konteks politik, konteks ekonomi, dan konteks kebudayaan dan agama
a.    Integrasi /Islamisasi Ilmu Pengetahuan Dalam Pendidikan Islam Saat Ini
Dalam hal ini penulis menggunakan istilah islamization dalam mengangkat konsep integrasi ilmu dalam pendidikan Islam. Maka, definisi dari islamisasi dalam makna yang luas menunjukan pada proses pengislaman, di mana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya. Dalam kontek islamisasi ilmu pengetahuan, yang harus mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid adalah pencari ilmu (thalib al almi)-nya, bukan ilmu itu sendiri. Wacana tentang integrasi antara ilmu dan agama sesungguhnya sudah muncul cukup lama, mesti tidak menggunakan kata integrasi secara ekplisit, di kalangan muslim modern gagasan perlunya pemaduan ilmu dan agama, atau akal dengan wahyu (iman) sudah cukup lama beredar. Cukup populer juga di kalangan muslim pandangan bahwa pada masa kejayaan sains dalam peradaban Islam, ilmu dan agama telah integrated.
Upaya pembendungan dikhotomi ilmu ini dapat dilakukan dengan upaya integrasi ilmu dalam Pendidikan Islam yang dimuat dalam tiga model islamisasi pengetahuan, yaitu: model purifikasi, modernisasi Islam dan Neo-Modernisme.[6]
1.    Islamisasi Model Purifikasi
Purifikasi bermakna pembersihan atau penyucian. Dengan kata lain, proses Islamisasi berusaha menyelenggarakan pengendusan ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai dan norma Islam secara kaffah, lawan dari berislam yang parsial. Ajaran ini bermakna bahwa setiap ilmuwan Muslim dituntut menjadi actor beragam yang loyal, concern dan commitmentdalam menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai Islam dalam aspek kehidupannya, serta bersedia dan mampu berdedikasi sesuai minat, bakat, kemampuan, dan bidang keahliannya masing-masing dalam perspektif Islam untuk kepentingan kemanusiaan.
Model Islamisasi ini sebagaimana dikembangkan oleh Al-Faruqi dan Al-Attas. Adapun empat rencana kerja Islamisasi Pengetahuan Al-Faruqi, meliputi: (a) penguasaan khazanah ilmu pengetahuan muslim, (b) penguasaan khazanah ilmu pengetahuan masa kini, (c) indentifikasi kekurangan-kekurangan ilmu pengetahuan itu dalam kaitannya dengan ideal Islam, dan (d) rekonstruksi ilmu-ilmu itu sehingga menjadi suatu paduan yang selaras dengan wawasan dan ideal Islam.[7]
2.    Islamisasi Model Modernisasi Islam
Modernisasi berarti proses perubahan menurut fitrah atau sunnatullah. Model ini berangkat dari kepedulian terhadap keterbelakangan umat Islam yang disebabkan oleh sempitnya pola pikir dalam memahami agamanya, sehingga sistem pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan agama Islam tertinggal jauh dari bangsa non-muslim. Islamisasi disini cenderung mengembangkan pesan Islam dalam proses perubahan sosial, perkembangan IPTEK, adaktif terhadap perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan sikap kritis terhadap unsur negatif dan proses modernisasi.[8]
Modernisasi berarti berfikir dan bekerja menurut fitrah atau sunnatullah yang hak. Untuk melangkah modern, umat Islam dituntut memahami hukum alam (perintah Allah swt) sebelumnya yang pada giliran berikutnya akan melahirkan ilmu pengetahuan. Modern berarti bersikap ilmiah, rasional,  menyadari keterbatasan yang dimiliki dan kebenaran yang didapat bersifat relatif, progresif-dinamis, dan senantiasa memiliki semangat untuk maju dan bangun dari keterpurukan dan ketertinggalan.

3.    Islamisasi Model Neo-Modernisme
Model ini berusaha memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Hadits dengan mempertimbangkan khazanah intelektual Muslim klasik serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan IPTEK.[9]
Islamisasi model ini bertolak dari landasan metodologis; (a) persoalan-persoalan kotemporer umat harus dicari penjelasannya dari tradisi, dari hasil ijtihad para ulama terdahulu hingga sunnah yang merupakan hasil penafsiran terhadap al-Quran, (b) bila dalam tradisi tidak ditemukan jawaban yang sesuai dengan kehidupan kotemporer, maka selanjutnya menelaah konteks sosio-historis dari ayat-ayat al-Quran yang dijadikan sasaran ijtihad ulama tersebut, (c) melalui telaah historis akan terungkap pesan moral al-Quran sebenarnya yang merupakan etika sosial al-Quran, (d) dari etika sosial al-Quran itu selanjutnya diamati relevansi dengan umat sekarang berdasarkan bantuan hasil studi yang cermat dari ilmu pengetahuan atas persoalan yang dihadapi umat tersebut.[10]
Dari ketiga model Islamisasi di atas, kesemuanya bertujuan untuk memutuskan mata rantai dikotomi ilmu pengetahuan guna membangun kembali kebebasan penalaran intelektual dan kajian-kajian rasional empirik dan filosofis dengan tetap merujuk pada kandungan al-Quran dan al-Hadits. Oleh karenanya, hendaknya selaku seorang pendidik, kita memahami krisis dan kemelut umat ini dengan baik agar dapat menghindari keberlanjutan praktik dikhotomi ilmu ini dalam dunia pendidikan yang digeluti.[11]



[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, kalam Mulia. 2002. Hal. 17
[2] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, jakarta, Kencana Prenada Media Group. 2010. Hal. 12
[4] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2005, Hal 9
[5] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Amzah, 2010, Hal 26-27
[6] Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 2005), hal 38
[8] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, jakarta, Kencana Prenada Media Group. 2010. Hal. 36
[9] Abdul Gofur, Ilmu Pendidikan Islam, jakarta, Insan Media Group. 2010. Hal. 48
[10] Ahmad Baihaki, Ilmu Pendidikan Islam, jakarta, Grafindo Presada Media Group. 2010. Hal. 28
Cloap Program Affiliasi                     Salju Shop - Kupon Diskon Ekslusif 




follow me in

adv



From: http://www.nusaresearch.net/public/recommend/recommend

clik me

yours comment here