Counter

Followers

Jumat, 30 Agustus 2013

METODE PEMBELAJARAN DALAM AL-QUR"AN dan APLIKASINYA


Untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif, diperlukan adanya pendekatan atau metode. Pertama ekspositori, metode mengajar yang biasa digunakan dalam pengajaran ekspositori adalah metode ceramah dan demonstrasi. Kedua, pembelajaran dengan mengaktifkan siswa. Dalam metode ini siswa lebih banyak aktif, namun tidak berarti guru tinggal diam. Guru memberikan petunjuk, mengarahkan anak didik tentang apa yang harus dilakukan. Hal yang harus diperhatikan dalam peroses pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode ialah bagaimana  menjadikan peserta didik paham dan bisa memperkatikkan apa yang disamapaikan oleh guru yang bisa diterima setelah mendengarkan guru dalam penyampaian pelajaran dengan metode yang digunakan oleh guru tersebut. Banyak Guru yang menyampaikan materi namun siswa masih saja kebingungan dengan apa yang dijelaskan, bahkan tidak mengerti sama sekali, yang akhirnya seorang murid tersebut mengeluh dan mengatakan sesuatu yang tentu tidak ingin didengarkan oleh guru itu. Walau guru hanya berkewajiban menyampaikan saja, namun kualitas guru itu bisa terlihat jelas ketika dia menyampaikan suatu materi, mengerti atau tidakkah murid yang menerima penjelasan tersebut?  Jika murid itu mengerti dan merasa puas dengan metode dan penjelasan guru, maka bisa dikatakan guru itu telah menguasai cara-cara penyampaian atau yamg disebut dengan metode tersebut, dan bisa dikatakan juga guru itu sudah sesuai dengan jabatan yang ia duduki saat itu. Namun apabila sebaliknya guru hanya menyampaikan saja, tanpa memperdulikan mengerti atau tidaknya murid, itulah guru yang belum bisa dikatakan guru sepenuhnya, karena rasa ketidak pedulian itulah dia belum bisa dikatakan menjadi guru sepenuhnya, di samping itu juga murid sangat membutuhkan yang namanya “mengerti” hingga dia membutuhkan penjelasan dan metode dari guru tersebut. Oleh karena itu dalam pembelajaran baik siswa dan guru sama-sama harus memiliki suatu metode, terlebih kepada seorang guru yang sebagai penyampai ilmu.
Adapun metode yang banyak dipakai ialah sebagai berikut. 
a)      Tanya jawab
b)      Diskusi
c)      Pemberian tugas
d)     Pengamatan dan percobaan
e)      Pemecahan masalah
Metode yang dianjurkan dalam al-qur’an :
1.      Metode Dialog Qur’āni Dan Nabawi
Metode dialog Qur’āni dan Nabawi adalah metode pendidikan dengan cara berdiskusi sebagaimana yang digunakan oleh Alquran dan atau hadis-hadis Nabi. Metode ini, disebut pula metode khiwār yang meliputi dialog khitābi dan ta’abbudi(bertanya dan lalu menjawab); dialog deksriftif dan dialog naratif (menggambarkan dan lalu mencermati); dialog argumentatif (berdiskusi lalu mengemukakan alasan kuat); dan dialog Nabawi (menanamkan rasa percaya diri, lalu beriman). Untuk yang terakhir ini, (dialog Nabawi) sering dipraktekkan oleh sahabat ketika mereka bertanya sesuatu kepada Nabi saw.
Dialog qur’āni-nabawimerupakan jembatan yang dapat menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain sehingga mempunyai dampak terhadap jiwa peserta didik.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
a.       permasalahan   yang    disajikan tersebut dinamis.
b.      peserta dialog tertarik untuk terus mengikuti jalannya percakapan itu
c.       dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan dalam jiwa
d.      topik pembicaraan yang disajikan secara realistis dan manusiawi
Dapat dirumuskan bahwa dialog qur’āni-nabawi adalah metode  efektif yang harus dimiliki seorang pendidik dalam upaya menanamkan iman pada diri seseorang, sehingga sikap dan perilakunya senantiasa terkontrol dengan baik.

2.      Metode   Kisah    Qur’āni    Dan            Nabawi
Metode kisah disebut pula metode “cerita” yakni cara mendidik dengan mengandalkan bahasa, baik lisan maupun tertulis dengan menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah Islam, yakni al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu metode yang digunakan al-Qur’an untuk mengarahkan manusia ke arah yang dikehendakinya adalah dengan menggunakan cerita (kisah).
Dalam al-Qur’an dijumpai banyak kisah, terutama yang berkenaan dengan misi kerasulan dan umat masa lampau. Muhammad Qutb berpendapat bahwa kisah-kisah yang ada dalam al-Qur’an dikategorikan ke dalam tiga bagian; pertama, kisah yang menunjukkan tempat, tokoh dan gambaran peristiwa; kedua, kisah yang menunjukkan peristiwa dan keadaan tertentu tanpa menyebut nama dan tempat kejadian; ketiga, kisah dalam bentuk dialog yang terkadang tidak disebutkan pelakunya dan dimana tempat kejadiannya.
Pentingnya metode kisah diterapkan dalam dunia pendidi-kan karena dengan metode ini, akan memberikan kekuatan psikologis kepada peserta didik, dalam artian bahwa; dengan mengemukakan kisah-kisah nabi  kepada peserta didik, mereka secara psikologis terdorong untuk menjadikan nabi-nabi tersebut sebagai uswah(suri tauladan).

3.      Metode Perumpamaan

Metode ini, disebut pula metode “amstāl” yakni cara mendidik dengan memberikan  perumpamaan, sehingga mudah memahami suatu konsep. Perumpamaan yang diungkapkan al-Qur’an memiliki tujuan edukatif yang ditunjukkan oleh kedalaman makna dan ketinggian maksudnya.
Metode ini terdapat dalam firman Alloh dalam surat Al  A’raf.

ولو شئنا لرفعناه بها ولكنه اخلد الى الارض واتبع هواه فمثله كمثل الكلب ان تحمل عليه يلهث او تتركه يلهث ذالك مثل القوم الذين كذبوا بايات الله فاقصص القصص لعلهم يتفكرون                                             
pada firman Allah ini menceritakan tentang seorang lelaki dari Bani Israil yang dipilihkan kekeyaan atau ilmu, akan tetapi lelaki itu memilih harta dari pada ilmu, sehingga ia menjadi rakus dan serakah yang Alloh umpamakan seperti anjing yang rakus. Begitulah manusia jika sudah menjadi serakah dia akan melupakan semuanya dan menganggap dirinya paling berkuasa. Dan seandainya dia memelih ilmu pasti dia akan menjadi mulia di sisi Allah dan diangkat derajatnya setinggi-tingginya akan tetapi dia memilih harta dan dia tetap berada di bumi menjadi orang yang rakus dan serakah.
Kelebihan metode perumpamaan antara lain:
a.       Memudahkan memahami suatu konsep yang abstrak. Hal ini dimungkinkan karena perumpamaan mengambil benda sebagai contoh konkrit dalam al-Qur’an.
b.      Melatih anak didik untuk terbiasa berpikir analogis melalui penyebutan premis-premis.
c.       Mengembangkan aspek emosional dan mental anak didik.
4.      Metode  Keteladanan
Metode ini, disebut pula metode “meniru” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik. Dalam al-Qur’an, kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti teladan yang baik. Metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladanan yang baik kepada anak didik agar ditiru dan dilaksanakan. Dengan demikian metode keteladanan ini bertujuan untuk menciptakan akhlak al-mahmudah kepada peserta didik.
Acuan dasar dalam berakhlak al-mahmudah atau al-karimah adalah Rasulullah dan para Nabi lainnya yang merupakan suri tauladan bagi umatnya. Seorang pendidik dalam berinteraksi dengan anak didiknya akan menimbulkan respon tertentu baik positif maupun respon negatif, seorang pendidik sama sekali tidak boleh bersikap otoriter, terlebih memaksa anak didik dengan cara-cara yang dapat merusak fitrahnya.
Keteladanan dalam dunia pendidikan merupakan influitif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spiritual dan sosial anak didik. Keteladanan itu ada dua macam, yaitu:

a.       Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh anak didik.
b.      Berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi anak didik.
5.      Metode  Hikmah, Mau’izha, dan Mujadalah
Metode ini, disebut pula metode “nasehat” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan motivasi. Metode hikmah dan atau mau’izhah (nasehat) sangat efektif dalam pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak didik. Nasehat dapat membukakan mata anak didik terhadap hakekat sesuatu, serta memotivasinya untuk bersikap luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Alloh swt dalam firmannya yang menjelaskan metode tersebut ialah sebagai berikut:
ا دع الى سبيل ربك بلحكمة  والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن ان ربك اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين.
 Firman Allah ini menyatakan bahwa metode hikmah   dan mauizah itu harus dimiliki oleh seorang guru secara umum. Dan Menurut al-Qur’an, metode mujadalah itu hanya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan dalam arti ketika suatu kebenaran telah sampai kepadanya, mereka seakan tidak mau tahu kebenaran tersebut terlebih melaksanakannya.  Pernyataan ini menunjukkan adanya dasar psikologis yang kuat, karena orang pada umumnya kurang senang dinasehati, terlebih jika ditujukan kepada pribadi tertentu. Maka jika hal demikian terjadi, bantah atau tegurlah dengan cara baik yang sudah diajarkan oleh Al Quran.
6.      Metode Targhib  dan Tarhib
Metode ini, disebut pula metode “ancaman” dan atau “intimidasi” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan hukuman atas kesalahan yang dilakukan peserta didik.
Istilah targibdan tarhib dan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah berarti ancaman atau intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh suatu dosa kepada Allah dan rasul-Nya. Jadi, ia juga dapat diartikan sebagai ancaman Allah melalui penonjolan salah satu sifat keagungan dan kekuatan Ilahiah agar mereka (peserta didik) teringat untuk tidak melakukan kesalahan.
Ada beberapa kelebihan metode targib dan tarhib ini, antara lain :
a.       Targib dan tarhib bertumpu pada pemberian kepuasan dan argumentasi.
b.      Targib dan tarhib disertai gambaran keindahan surga yang menakjubkan atau pembebasan azab neraka.
c.       Targib dan tarhib Islami bertumpu pada pengobatan emosi dan pembinaan afeksi ketuhanan.
d.      Targib dan tarhib bertumpu pada pengontrolan emosi dan keseimbangan antara keduanya.
APLIKASI / KENYATAAN DALAM SEBUAH ORGANISASI PENDIDIKAN
Nama organisasi / lembaga      : Mts. Nurul Jannah
Alamat                                    : Jl. Energi no._ Banjar, Ampenan Selatan

Dari kesekian metode yang disajikan dalam al-qur’an dan yang telah dipaparkan diatas, lembaga ini (dari pengamatan yang pernah dilakukan) ternyata hanya mampu menerapkan sebagian dari yang seharusnya ada, sebagai lembaga yang berlandaskan islam, seharusnya semua metode yang ada dalam persfektif islam telah dan selalu digunakan demi kemaslahatan SDM (siswa). Untuk lebih jelasnya, kita ungkit satu per satu.
1.      Metode Dialog
Metode ini adalah metode yang harus ada dalam setiap instansi, bukan hanya dikalangan yang berlabelkan islam, bahkan yang bernaung atas nama Negara sekalipun. Dalam aplikasinya, semua jenis lembaga pendidikan memang mengaplikasikannya, karena ini metode yang terhitung efektif dan mudah dijangkau. Dan dari kalangan manapun akan sangat bisa untuk menjalankannya.
Pada umumnya, metode ini minimal dilakukan satu kali dalam satu materi agar peserta didik lebih mengetahui hal-hal yang belum tercantum atau hal-hal yang belum dia pahami dari materi tersebut, disekolah ini metode Dialog sering dilakukan bahkan setiap hari guna mengantisipasi ketidak fahaman peserta didik.

2.      Metode Qisah / cerita , Amsal / perumpamaan, Keteladanan, Motivasi/ Hikmah.
Aplikasi keempat metode ini akan selalu ada disetiap lembaga pendidikan yang berlabelkan islam, tidak terkecuali lembaga pendidikan ini, karena metode tersebut sangat cocok digunakan dalam menceritakan kisah-kisah keteladanan sahabat, keburukan yang tidak boleh ditiru dan perumpamaan-perumpamaan yang terkait yang dapat memberikan doronga semangat motivasi untuk melakukannya dan meninggalkannya.
Mengaplikasikan metode ini sangatlah efektif dalam setiap materi yang membawa pada masa lalu untuk diceritakan. Dalam lembaga pendidikan ini sering sekali mengisahkan dan mengambil hikmah dari kisah-kisah sahabat Nabi dan ummat sebelumnnya dengan tujuan menambah semangat keimanan kepada sang kholik.



Obyek Pendidikan & Aplikasinya ke Masyarakat

PEMBAHASAN
MANUSIA SEBAGAI OBJEK PENDIDIKAN”


1.      QS. At Tahrim ayat 6

يَااَيُّهَاالّذِيْنَ امنُواقُوا اَنْفُسَكُمْ واَهْليْكُمْ نَاراً وقُوْدُهاالنّاسُ والْحِجَارَة عليْها ملائِكةُ غِلاظٌ شِدادٌ لاَيُعْصُون اللهُ مَاامرَهُمْ وَيفْعَلوْنَ مايُؤمرُونَ

Hai orang-orang yang beriman peliharahlah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(QS. At Tahrim:6).
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amar yang secara langsung dengan tegas, yakni lafadz (peliharalah/jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut ialah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah merupakan tanggung jawab manusia untuk menjaga dirinya sendiri serta keluarganya. Sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya. Sebagaimana Rosulullah SAW bersabda:
dari Ibnu Umar RA berkata: saya mendengar Rosululloh SAW bersabda: setiap dari kamu adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawabannya, orang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai atas kepemimpinannya..”(HR.Bukhari Muslim).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat keenam ini turun, Umar berkata: “waha Rosulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rosulullah menjawab: “larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah perintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api  neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah Sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan dari dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepadanya.
Ada pula tafsir lain yang menjelaskan, bahwa pada ayat tersebut terdapat kata ‘qu anfusakum’ yang berarti buatlah sesuatu yang dapat menjadi penghalang siksaan api neraka dengan cara menjauhkan perbuatan maksiat, memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat menjalankan perintah Allah. Selanjutnya “wa Ahlikum”, maksudnya adalah keluargamu yang terdiri dari istri, anak, pembantu budak dan di perintahkan kepada mereka agar menjaganya dengan cara memberikan bimbingan, nasehat dan pendidikan kepada mereka. Hal ini sejalan dengan Hadist Rasulullah yang di riwayatkan oleh Ibn Al Munzir, Al Hakim, oleh riwayat laen dari Ali RA ketika menjelaskan ayat tersebut, meksudnya adalah berikanlah pendidikan dan pengetahuan mengenai kebaikan terhadap dirimu dan keluargamu. Kemudian “Al Wuqud” adalah sesuatu yang dapat di pergunakan untuk menyalakan api. Sedangkan”Al Hijaroh” adalah batu berhala yang biasa di sembah oleh masyarakat Jahiliyah. “Malaikatun” dalam ayat tersebut maksudnya mereka yang berjumlah Sembilan belas dan bertugas menjaga Neraka. Sedangkan ”Ghiladhun” maksunya adalah hati yang keras, yaitu hati yang tidak memiliki rasa belah kasihan apabila ada orang yang meminta dikasihani. Dan “Syidadun” artinya memiliki kekuatan yang tidak dapat di kalahkan.
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari api neraka ini tidak semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti, melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan, merugikan dan merusak citra pribadi seseorang. Sebuah keluarga yang anaknya terlibat dalam berbagai perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, menipu, berzina, minum-minuman keras, terlibat narkoba, membunuh, dan sebagainya adalah termasuk kedalam hal-hal yang dapat mengakibatkan bencana di muka bumi dan merugikan orang yang melakukannya, dan hal itu termasuk perbuatan yang membawa bencana.

2.      QS Asy Syu’ara ayat 214

 وَاَنْذِرْعَشِيْرَتَكَ الاَقْرَبِيْنَ. وَاخْفِض جَناحكَ لِمَنِ اتَّبَعكَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ. فَاِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ اِنىِّ بَرِيْءٌ مِمّاَ تَعْمَلوْنَ. وَتَوكَّلْ عَلى الْعَزيْزُ الرَّحيْمِ*

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah:”sesungguhnya aku tidak bertanggungjawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS Ay Syu’ara: 214-217)
Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS At Tahrim:6) bahwa terdapat perintah langsung dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaanya adalah tentang objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat.
“Aq Alrobin” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Muthalib, lalu Nabi SAW memberikan peringatan kepada mereka secara terang-terangan. Demikianlah menurut keterangan Hadits yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim.
Namun hal tersebut berarti khusus untuk Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Mutholib, tetapi juga untuk seluruh umat islam, karena dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat ayat ke 215:” Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman jadi perintah ini juga berlaku untuk seluruh umat islam”.
At Thobari meriwayatkan bahwa ketika ayat ini turun, Nabi menyampaikan pesan suci yang diterimanya kepada seluruh kerabat dan keluarga terdekatnya. Sementara Imam Muslim meriwayatkan bahwa ketika ayat ini turun, Nabi langsung mengumpulkan anak dan kerabat seraya manyampaikan pesan:

لا املك لك شيئا من الله, سلونى من مالى ما شئتم

“Saya tidak mempunyai wewenang tanggung jawab sama sekali terhadap kalian dari siksaan Allah, kala masalah harta silahkan minta apa yang saya punya semau kalian.”
Sementara Al Bukhori meriwayatkan bahwa ketika ayat tersebut turun Nabi langsung menuju dan naik bukit shofa seraya mengumpulkan sanak kerabat dan sahabatnya. Beliau menyeru kapada seluruh kerabat besarnya, yang isi seruannya adalah:

انّى نذيْرٌ لكم بين يدى من عدابٍ شديدٍ

Dan seruan tersebut dengan sepontan ditanggapi dan disahuti oleh paman-paman Nabi, Abu Lahab, dengan sanggahan:

تبّا لك يائر اليومامادعوتنا الاّ لهذا؟

Ketika itu pula Allah menjawab sanggahan Abu Lahab tersebut dengan menurunkan Q.S Al Lahab.
Dari ayat diatas, jika dilihat dari perspektif tanggung jawab pendidikan atau dakwah, maka dapat disederhanakan menjadi beberapa poin penting diantaranya adalah[8]:
Jika ayat yang pertama diatas direlasikan dengan ayat yang sebelumnya yaitu:

فلا تدعو مع اللهِ الهاً اخر فتكونَ من الْمُعذَّبينَ

“Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan yang lain disamping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di azab”.(Qs. Al Su’ara: 213)
Maka, dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada Rosul untuk meningkatkan keikhlasannya. Padahal secara rasional perintah tersebut tidaklah tepat sasarannya. Oleh karena itu, hakikat yang dituju dari sesuatu tersebut adalah ummat Muhammad. Karena salah satu sikap etis al-Qur’an jika ingin menyampaikan pesan kepada umat, khitobnya terlebih dahulu ditujukan kepada pemimpinnya. Maka jika ayat tersebut formalnya adalah Rosul, maka ayat yang berikutnya khitob untuk ummat dan kerabatnya.
Gaya retorik tersebut memberikan isyarat bahwa dalam pandangan al-Qur’an tanggungjawab pendidikan bukan hanya terbatas pada wilayah kekuasaan, baik formal maupun non formal, tetapi juga konsistensi antara apa yang disampaikan dengan kondisi perilaku yang menyampaikan. Oleh karena itu, sebelum segala sesuatunya, pendidik harus terlebih dahulu mampu memberi qudwah hasanah kepada peserta didiknya.
Kata idzar yang direlasikan dengan kata ‘asyir dan kata aqrab, menunjukkan bahwa hubungan kedekatan, kekerabatan, kekeluargaan, serta nashab dalam pendidikan, jangan sampai disalah gunakan sebagai factor peningkatan kwalitas peserta didik yang menafikan proses dan hukum sebab akibat.
Dalam pendidikan, keseriusan dalam menyampaikan suatu masalah tidaklah menghalangi untuk bersikap ramah dan lemah lembut, serta senantiasa menghindari sikap emosional. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam lanjutan ayat
واخفض جنا حك لمن اتّبعك من المؤمنين
Ayat 214 menunjukkan bahwa dalam pendidikan harus bersikap adil, dimana setiap peserta didik mempunyai hak yang sama dari pendidik. Adapun peringatan nabi kepada keluarganya pada ayat diatas hanyalah merupakan sikap etis (birr) terhadap sanak kerabatnya yang tidak berhenti dan menghalangi untuk berbuat baik kepada orang lain.
Dalam menyampaikan sebuah pesan kepada peserta didik, jika segala upaya dan cara telah ditempuh, ternyata belum menghasilkan apa yang diharapkan oleh pendidik, maka pendidik harus sadar bahwa hasil tersebut bukan hak veto manusia, melainkan adalah hak prerogatif Allah. Oleh karena itu, segala sesuatunya harus dikembalikan kepada yang Maha Kuasa.

3.      Qs. At Tahrim Ayat 122

وما كان المؤمنون لينفروا كآفّةً فلولا نفر من كلِّ فرقةٍ منهم طآئفةٌ ليتفقّهوا فى الدّينِ وليُنْذروا قومهم اذا رجعوا اليهم لعلّهم يحذرونَ.

“tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menyadari dirinya” (Qs. At Tahrim: 122)
Dalam ayat diatas juga terdapat dua lafadz fi’il amar, yang disertai dengan lam amar, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu) dan lafadz (supaya mereka member peringatan), yang berarti kewajiban untuk belajar mengajar.
Apapun proses belajar mengajar sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau: “dan darinya (Abu Hurairah ra) sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda: barang siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikit pun dari padanya (HR. Muslim)
Menurut Al Maraghi ayat tersebut member isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama (wujub al tafaqqub fi al din) serta menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah di dirikan serta mengajarkanya pada menusia berdasarkan kadar yang diperkirakann dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang apada umumnya yang harus dikerahui oleh orang-orang  yang beriman. Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihat dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya tersebut kedudukanya lebih tnggi dari mereka yang keadaanya tidak sedang berhadapan dengan musuh[9]. Berdasarkan keterangan ini, maka mempelajari Fikih termasuk wajib, walaupun sebenarnya kata Tafaqquh tersebut maknah umumnya adalah memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu Fikih, ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan sebagainya[10].

4.      QS An nisa ayat 170

 يآايّهاالنّاسُ قدْجآءكم الرّسولُ بالحقِّ من ربِّكم فآمنوا خيْراً لكم وانْ تكْفروْا فاِنّ للهِ مافى السّماواتِ والارْضِ وكان اللهُ عليْماً حكيْماً


“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari tuhanmu maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir,(maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang dilangit dan dibumi adalah adalah kepunyaan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksan”.(QS. An nisa 170)
Dalam ayat ini Allah menyeru manusia untuk manusia, sebab sudah ada Rasul (Nabi Muhammad SAW) yang diutus untuk membawa syari’at yang benar.
Dalam tafsir disebutkan bahwa lafadz an Naas pada saat turunnya ayat adalah kepada ahli kafir Mekah. Adapun manusia, karena adanya kesamaan jenis, ukhuwah basyari’ah, maka dakwah dan tarbiyahnya kepada non muslim pun harus dilakukan, tentunya dengan jalan yang baik.
Nabi SAW bersabda: “dari Abdullah ibn ‘Amr ibn Al Ash ra. Berkata, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: sampaikanlah dariku walau satu ayat”. (HR.Bukhari).
Maka manusia baik yang muslim maupun non muslim merupakan objek dakwah dan tarbiyah. Namun, disini perlu diluruskan, bahwa proses dakwah dan tarbiyah tidak harus dengan kekerasan dan perang, tetapi dengan jalan yang hikmah, mau’idhoh hasanah, dan argument yang
REALISASI OBJEK
(APLIKASI MASYARAKAT)

Ayat-ayat tarbawi diatas menjelaskan kepada kita tentang Objek Pendidikan, siapa saja yang disebut Objek pendidikan tersebut dan cara melayaninya.
Banyak sekolah atau lembaga pendidikan yang memiliki visi dan misi mereka masing-masing yang notabenenya untuk menciptakan generasi muda yang siap pakai dan berpengetahuan luas. Menginginkan pencapaian seperti itu tentulah memerlukan usaha yang keras tetapi bukan dengan cara yang keras, karna yang namanya mendidik anak bukan seperti mendidik hewan sirkus. Dalam artian tidak selamanya dan kurang bagus mendidik anak secara keras.
Orang yang pertama yang wajib memberikan pendidikan kepada anak adalah orang tua dari anak tersebut. Dalam kitab Ta’limul Muta’allim karangan Syaikh Azzarnujy (kalau tidak salah), disebutkan “ada tiga pembagian orang tua, yaitu orang tua yang melahirkan, orang tua yang mengajarkan (guru) dan orang tua dari istri (mertua).
Jamal Ma’mur Asmani dalam bukunya “Mencetak Anak Jenius” menyatakan “mendidik anak perlu keterampilan khusus.” Pada zaman sekarang ini, banyak anak yang sebenarnya dan memang haknya anak (dalam washoya) untuk menerima didikan pertama dari orang tuanya yaitu didikan yang baik. Menerima didikan yang bisa menuntunnya kearah yang baik. Bukan seperti kebanyakan orang tua yang sekarang. Melahirkan seorang anak yang telah diamanahkan oleh Allah swt. Untuk dididik dan dibina dengan baik, malah mempunyai pemikiran dan pandangan kalau mereka tidak ada kewajiban untuk menuntun dan mendidik anak mereka. Anggapan dari kebanyakan mereka ialah yang mempunyai tugas untuk mendidik yaitu Guru yang ada disekolah.
Padahal sudah sangat jelas diterangkan dalam ayat diatas bahwasanya orang tualah yang menjaga dan membawanya menuju pilihan hidupnya yang baik. Bukan hanya itu, bahkan ada orang tua yang memperlakukan anaknya dengan sangat hina, mereka memperkosa anak kandungnya sendiri. Anak yang seharusnya disayangi dan dikasihi menjadi alat pelampiasan nafsu birahi mereka. Banyak kasus-kasus seperti ini terjadi, dan berita ini tersebar cepat.
Berita On Line “ http://www.merdeka.com/jakarta/deden-perkosa-anak-kandungnya-hingga-hamil.html “ memberitakan kejadian yang sangat memalukan dan hina ini, bukan hanya sekali sang ayah melakukan hal itu kepada anaknya, tapi sejak 5 tahun yang lalu sang ayah yang seharusnya menyayangi dan merawat serta menjaga buah hatinya, tega-teganya merenggut harta paling berharga yang dimilikinya yang menyebabkan anaknya harus menelan pil pahit kehidupan. Perbuatan itu mengakibatkan sang anak menjadi pendiam dan sering merenung dan sudah pasti kehilangan mental untuk hidup.
Tercata sebanyak 4.845 pemerkosaan anak pada tahun 1998-2010, dan pada tahun 2013 tercatat 45 kasus yang sudah diketahui. Jika seeperti ini terus, dimanakah letak hak dan kebahagaiaan sang anak?


follow me in

adv



From: http://www.nusaresearch.net/public/recommend/recommend

clik me

yours comment here