Counter

Followers

Kamis, 26 Desember 2013

PENGERTIAN DAN MACAM_MACAM ZINA




1.        ZINA
A.      PENGERTIAN
Zina secara harfiah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan.[1]
Zina (الزنا) adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang perempuan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syarak (bukan pasangan suami isteri) dan kedua-duanya orang yang mukallaf, dan persetubuhan itu tidak termasuk dalam takrif (persetubuhan yang meragukan). Jika seorang lelaki melakukan persetubuhan dengan seorang perempuan, dan lelaki itu menyangka bahawa perempuan yang disetubuhinya itu ialah isterinya, sedangkan perempuan itu bukan isterinya atau lelaki tadi menyangka bahawa perkawinannya dengan perempuan yang disetubuhinya itu sah mengikut hukum syarak, sedangkan sebenarnya perkawinan mereka itu tidak sah, maka dalam kasus ini kedua-dua orang itu tidak boleh didakwa dibawah ke zina dan tidak boleh dikenakan hukuman hudud, kerana persetubuhan mereka itu adalah termasuk dalam wati’ subhah yaitu persetubuhan yang meragukan.
Mengikut peruntukan hukuman syarak yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadith yang dikuatkuasakan dalam undang-undang Qanun Jinayah Syar’iyyah bahawa orang yang melakukan perzinaan itu apabila sabit kesalahan di dalam mahkamah wajib dikenakan hukuman hudud, yaitu disebat sebanyak 100 kali sebat. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang bermaksud:
“ Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, hendaklah kamu sebat tiap-tiap seorang dari kedua-duanya 100 kali sebat, dan janganlah kamu dipengaruhi oleh perasaan belas kasihan terhadap keduanya dalam menjalankan hukum Agama Allah, jika benar kamu beriman kepada Allah dan hari Akhirat, dan hendaklah disaksikan hukuman siksa yang dikenakan kepada mereka itu oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”. (Surah An- Nur ayat 2)
B.       Dasar hukum sanksi zina di dalam alqur’an
a)      Dalam al qur’an surat an-nur ayat 2
b)      Dalam al qur’an surat an-nisa’ ayat 15
c)      Dalam al qur’an surat al-israa’ ayat 32
d)     Dalam al qur’an surat an-nur ayat 30-31
C.    Dasar hukum sanksi zina di dalam hadits
Dasar hukum tentang perbuatan zina yang tercantum di dalam hadits cukup banyak berdasarkan prinsip bahwa setiap manusia, baik laki laki maupun perempuan mempunyai kecendrungan untuk berbuat zina, diantara hadits yg di ugkapkan adalah sebagai berikut :
“Diriwayatkan dari abu hurairah ra, bahwasanya : nabi saw bersabda: allah swt. Telah menentukan bahwa anak adam cenderung terhadap perbuatan zina. Keingian tersebut tidak dapat dielakkan , yaitu melakukan zina mata dalam bentuk pandangan, zina mulut dalam bentuk penuturan, zina perasaan melalui cita cita dan keinginan mendapatkannya. Kemaluanlah yang meetukan dalam berbuat zina atau tidak.[2]

D.  PENGGOLONGAN ZINA TERBAGI MENJADI DUA:
1.      ZINA MUHSAN
Yaitu lelaki atau perempuan yang telah pernah melakukan persetubuhan yang halal (sudah pernah menikah). Perzinaan yang boleh dituduh dan didakwa dibawah kesalahan Zina Muhsan ialah lelaki atau perempuan yang telah baligh, berakal, merdeka dan telah pernah berkahwin, iaitu telah merasai kenikmatan persetubuhan secara halal.
2.      ZINA BUKAN MUHSAN
Yaitu lelaki atau perempuan yang belum pernah melakukan persetubuhan yang halal (belum pernah menikah). Penzinaan yang tidak cukup syarat-syarat yang disebutkan bagi perkara diatas tidak boleh dituduh dan didakwa dibawah kesalahan zina muhsan, tetapi mereka itu boleh dituduh dan didakwa dibawah kesalahan zina bukan muhsan mengikut syarat-syarat yang dikehendaki oleh hukum syarak.
E.       HUKUMAN BAGI ORANG YANG MELAKUKAN ZINA
1.        Seseorang yang melakukan zina Muhsan, sama ada lelaki atau perempuan wajib dikenakan keatas mereka hukuman had (rejam) Yaitu dibaling dengan batu yang sederhana besarnya hingga mati. Sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitab I’anah Al- Thalibin juzuk 2 muka surat 146 yang bermaksud :
”Lelaki atau perempuan yang melakukan zina muhsan wajib dikenakan keatas mereka had (rejam), iaitu dibaling dengan batu yang sederhana besarnya sehingga mati ””.
2.        Seseorang yang melakukan zina bukan muhsan sama ada lelaki atau perempuan wajib dikenakan ke atas mereka hukuman sebat 100 kali sebat/cambuk dan di buang keluar negeri/diasingkan selama setahun sebagaimana terdapat di dalam kitab Kifayatul Ahyar juzuk 2 muka surat 178 yang bermaksud :”Lelaki atau perempuan yang melakukan zina bukan muhsin wajib dikenakan keatas mereka sebat 100 kali sebat dan buang negeri selama setahun””.
3.        Perempuan-perempuan yang dirogol atau diperkosa oleh lelaki yang melakukan perzinaan dan telah dukung dengan bukti –bukti yang diperlukan oleh hakim dan tidak menimbulkan sebarang keraguan dipihak hakim bahawa perempuan itu dirogol dan diperkosa, maka dalam kasus ini perempuan itu tidak boleh dijatuhkan dan dikenakan hukuman hudud,dan ia tidak berdosa dengan sebab perzinaan itu.
4.        Lelaki yang merogol atau memperkosa perempuan melakukan perzinaan dan telah ditetapkan kesalahannya dengan bukti – bukti dan keterangan yang dikehendaki oleh hakim tanpa menimbulkan keraguan dipihak hakim, maka hakim hendaklah menjatuhkan hukuman hudud keatas lelaki yang merogol perempuan itu, iaitu wajib dijatuhkan dan dikenakan ke atas lelaki itu hukuman rejam dan sebat.
5.        Perempuan-perempuan yang telah disebutkan oleh hakim bahawa ia adalah dirogol dan diperkosa oleh lelaki melakukan perzinaan, maka hakim hendaklah membebaskan perempuan itu dari hukuman hudud (tidak boleh direjam dan disebat) dan Allah mengampunkan dosa perempuan itu di atas perzinaan secara paksa itu.
F.       PERMASALAHAN ZINA DI SEKITAR KITA
Media elektronik seperti televisi, internet, CD player, komputer dan sebagainya termasuk menjadi sebab utama krisis moral bangsa ini. Teknologi telah disalah gunakan. Pornografi dan pornoaksi sangat mudah diakses di internet. Tontonan film dan sinetron yang tidak syar’i dan tidak mendidik menghiasi chanel televisi kita. VCD/DVD porno beredar dimana-mana.
Menjamurnya buku dan bacaan cabul sangat efektif menghancurkan moral pembacanya, baik novel, komik, maupun majalah yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Semua sarana ini menjurus terjadinya zina.
Pergaulan bebas di sepanjang jalan protokol ibu kota negeri syariat dengan dalih makan burger ikut mewarnai maksiat malam di lingkungan kita. Kafe-kafe yang menjamur tanpa ada pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan yang non muhrim. Sementara Pemerintah hanya diam saja menjadi penonton budiman tanpa ada tindakan tegas, seakan “mengamini” kondisi maksiat ini.
Jangankan di kota kota besar, dikota kita sekarang ini saja, maksiat sudah merajalela, pacarann sudah menjadi kegiatan lumrah, bahkan yang tidak ikut pacaran pun menjadi aneh dalam pandangan mereka, padahal pacaran itu membawa kita ke jalan meuju zina.
Tidak peduli, baik pelaku zina itu berstatus suami atau istri, mahasiswa, pejabat, dan sebagainya. Perbuatan zina nekad dilakukan hanya untuk memuaskan nafsu birahi sesaat. Anehnya, pelaku maksiat ini masih berkeliaran di sekitar kita dengan tenang tanpa ada sanksi yang tegas terhadap mereka. Dengan dalih suka sama suka, merekapun terbebas dari jeratan hukum KUHP yang merupakan produk hukum kolonial Belanda.
Hal ini dapat berefek negatif terhadap imej orang luar tentang penerapan syariat itu sendiri, dan membuka celah bagi orang “anti syariat” untuk menyerang syariat. Padahal yang salah adalah oknum (orang)nya, bukan sistem syariat yang berorientasi mendatangkan kemaslahatan bagi manusia dan menghilangkan kemudharatan dalam konteks individu maupun sosial.
G.      PENYEBAB MARAKNYA ZINA
Banyak faktor yang menyebabkan maksiat ini “tumbuh subur” di negeri kita ini. Faktor yang utama adalah lemahnya Iman masyarakat saat ini. Krisis iman ini disebabkan kita telah jauh dari pendidikan dan pengamalan nilai-nilai Islam. Pendidikan kita selama ini, sejak usia dini sampai tingkat universitas telah membentuk paradigma bahwa dunia adalah segala-galanya, tanpa ada prioritas terhadap agama (iman) dan moral (akhlak). Kita dididik untuk berlomba-lomba mengejar kemewahan dunia (harta, pangkat dan jabatan). Padahal Allah Swt telah mengingatkan kita:
“Dan apa saja (kekayaan, jabatan dan keturunan) yang diberikan kepadamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya, sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti? (QS. Al-Qashah: 60).
Selain itu, faktor media elektronik seperti televisi, internet, CD player, komputer dan sebagainya termasuk menjadi sebab utama krisis moral bangsa ini. Teknologi telah disalah gunakan. Pornografi dan pornoaksi sangat mudah diakses di internet. Tontonan film dan sinetron yang tidak syar’i dan tidak mendidik menghiasi chanel televisi kita. Begitu juga VCD/DVD porno beredar dimana-mana. Media cetakpun memberi andil yang besar terhadap pemikiran dan moral pembaca. Menjamurnya buku dan bacaan cabul sangat efektif menghancurkan moral pembacanya, baik novel, komik, maupun majalah yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Semua sarana ini menjurus terjadinya zina.
Selain itu, kita sendiri telah memberikan peluang untuk maksiat ini. Kita membiarkan remaja kita (yang belum menikah) berkhalwat dengan pacaran, jalan dua-duaan, dan berboncengan motor. Pergaulan bebas di sepanjang jalan protokol ibu kota negeri syariat dengan dalih makan burger ikut mewarnai maksiat malam di negeri ini. Kafe-kafe yang menjamur tanpa ada pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan yang non muhrim. Pakaian para wanita pun mengundang birahi lawan jenisnya (ketat, tipis dan nampak aurat). Sementara Pemerintah hanya diam saja menjadi penonton budiman tanpa ada tindakan tegas, seakan “mengamini” kondisi maksiat ini.

H.      SOLUSI PERMASALAHAN ZINA.
Islam adalah agama fitrah yang mengakui keberadaan naluri seksual. Di dalam Islam, pernikahan merupakan bentuk penyaluran naluri seks yang dapat membentengi seorang muslim dari jurang kenistaan. Maka, dalam masalah ini nikah adalah solusi jitu yang ditawarkan oleh Rasulullah saw sejak 14 abad yang lampau bagi gadis/perjaka.
Selain itu, penerapan syariat Islam merupakan solusi terhadap berbagai problematika moral ini dan penyakit sosial lainnya. Karena seandainya syariat ini diterapkan secara kaffah (menyeluruh dalam segala aspek kehidupan manusia) dan sungguh-sungguh, maka sudah dapat dipastikan tingkat maksiat khalwat, zina, pemerkosaan dan kriminal lainnya akan berkurang drastis, seperti halnya di Arab Saudi. Survei membuktikan, kasus kriminal di Arab Saudi paling sedikit di dunia.
Orang tua pun sangat berperan dalam pembentukan moral anaknya dengan memberi pemahaman dan pendidikan islami terhadap mereka. Orang tua hendaknya menutup peluang dan ruang gerak untuk maksiat ini dengan menyuruh anak gadisnya untuk berpakaian syar’i (tidak ketat, tipis, nampak aurat dan menyerupai lawan jenis). Memberi pemahaman akan bahaya pacaran dan pergaulan bebas. Dalam konteks kehidupan masyarakat, tokoh masyarakat dapat memberikan sanksi tegas terhadap pelaku zina sebagai preventif (pencegahan). Jangan terlalu cepat menempuh jalur damai “nikah”, sebelum ada sanksi secara adat, seperti menggiring pelaku zina ke seluruh kampung untuk dipertontonkan dan sebagainya. Selain itu, majelis ta’lim dan ceramah pula sangat berperan dalam mendidik moral masyarakat dan membimbing mereka.
Begitu pula sekolah,  dan kampus sebagai tempat pendidikan secara formal dan informal mempunyai peran dalam pembentukan moral pelajar/mahasiwa. Dengan diajarkan mata pelajaran Tauhid, Al-Quran, Hadits dan Akhlak secara komprehensif dan berkesinambungan, maka para pelajar/mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi seorang muslim yang cerdas intelektualnya, namun juga cerdas moralnya (akhlaknya).
Peran Pemerintah dalam amal ma’ruf nahi munkar mesti dilakukan. Pemerintah diharapkan mengawasi dan menertibkan warnet-warnet, salon-salon, kafe-kafe dan pasangan non-muhrim yang berboncengan. Karena, bisa memberi celah dan ruang untuk maksiat ini. Mesti ada tindak pemblokiran situs-situs porno sebagaimana yang diterapkan di Negara Islam lainnya seperti Arab Saudi, Iran, Malaysia dan sebagainya.
Pemerintah hendaknya bersungguh menegakkan syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah ini, dengan membuat Qanun-Qanun yang islami, khususnya Qanun Jinayat (hukum pidana) dengan sanksi yang tegas, demi terciptanya keamanan, kenyamanan dan ketentraman di negeri ini. Di samping itu, konsep pendidikan Islami mesti segera dirumuskan dan diterapkan. Sebagai solusi atas kegagalan dan kelemahan sistim pendidikan selama ini yang tidak mendidik moral generasi bangsa. Tidak ada pilihan lain, pendidikan Islami sudah menjadi pilihan dan priotitas seperti yang diamanatkan dalam renstra Qanun pendidikan untuk segera diterapkan dan juga merupakan solusi terhadap permasalahan moral generasi bangsa.


[1] Abdurrahman doi tindak pidana dalam syari’at islam, (jakartarieka cipta,1991),hlm 31
[2] Hadits ini di kutip dari cd holy qur’an & alhadits :kumpulan hadits riwayat bukhary dan muslim,2002,hadits o. 1550.

Kamis, 19 Desember 2013

KHAWARIJ dan MURJI'AH


assalamu'alaykuuu.... mimin permisi bentar ya, mw posting nih makalah, alnya da yang mesen maren.... nih di sedot jha ya....



  1. Khawarij
1.      Latar Belakang Kemunculan Khawari’j
Secara etimologis kata khawri’j berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam. Kelompok ini bisa disebut khawarij atau kharijiyah.
Sedangkan yang dimaksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim, dalam perang Siffin pada tahun 37 H/ 648 M, dengan kelompok bughat(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sofyan perihal persengketaan khilafah.[1][1]
Adanya nama Khawari’j didasarkan pada surat An-Nisa ayat 100: [2][2]
Artinya:
“Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.”
(QS. An-Nisa:100)
Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Mu’awiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawri’jpihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hamper diraih itu menjadi raib. [3][3]
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti  Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.[4][4]
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam) nya, tetapi orang-orang Khawari’jmenolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Mu’awiyah menjadi khalifah pengganti Ali. Mereka membelot dengan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada disisi Allah. “Imam Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru. “Pada saat itu juga orang-orang khawari’j keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawari’j disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah dan Al-Mariqah. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyahdan juga kepada Ali.[5][5]

2. Doktrin-Doktrin Pokok Khawarij
Doktrin-doktrin pokoknya antara lain:[6][6]
Doktrin politik
1)      Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
2)      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
3)      Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
4)      Khalifah sebelum Ali (Abu Bkar, Umar, dan Utsman) adalah sah. Tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah meyeleweng.
5)      Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
6)      Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir
7)      Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga kafir
  1. Doktrin Teologi dan Sosial
1)      Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Mereka juga menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula
2)      Adanya Wa’ad dan Wa’id (orang yang baik harus masuk surge, sedangkan orang yang jelek harus masuk neraka)
3)      Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka
4)      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
5)      Amar ma’ruf nahi munkar
6)      Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat (samar)
7)      Qur’an adalah makhluk
8)      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Sebagian ada yang berpendapat bahwa Khawarij bisa dikatakan sebagai partai politik. Dalam kelompok khawarij politik merupakan doktrin sentral bagi mereka. Disamping itu orang-orang khawarij dikenal sebagai orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama. Dan adanya wa’ad dan wa’id. Doktrin teologi – sosial memperlihatkan kesalihan asli kelompok Khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap  doktrin ini lebih mirip dengan doktrin Mu’tazila, meskipun kebenarannya dalam wacana kelompok Khwarij dikaji lebih mendalam.[7][7] 

3.      Perkembangan Khawarij
Khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin doktrin teologis lainnya. Khawarij dikenal sebagai kelompok yang radikal sehingga apabila ada aliran yang memiliki sifat yang sama maka bisa dikategorikan sebagai aliran khawarij.[8][8] Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat rentan pada perpecahan baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok Islam lainnya. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte. [9][9]Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahanKhawarij, tokoh-tokoh di atas sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan macam, yaitui: [10][10]
  1. Al-Muhakkimah
  2. Al-Azriqah
  3. An-Nadjat
  4. Al-Baihasiyah
  5. Al-Ajaridah
  6. As-Saalabiyah
  7. Al-Abadiyah
  8. As-Sufriyah
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih dianggap mukmin atau telah menjadi kafir. Doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya pelengkap saja. Sayangnya, pemikiran pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis daripada teoretis, sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang  menjadi tidak jelas. [11][11]

  1. Al Murji’ah

  1. Pengertian dan Latar Belakang Kemunculan Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari Al-Irjo’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penanggungan dan pengharapan. Dengan demikian, mereka berdiri di seberang yang berlawanan denganKhawarij dan aqidah mereka kebalikan yang sempurna dari aqidah Khawarij, Mazhab mereka ini dapat diungkapkan dengan bahasa kekinian sebagai Mazhab Tasamu (toleransi), yakni toleransi agama antara kelompok orang mukmin dalam batas-batas Islam. Tidak ada saling mengkafirkan dan tidak ada pula saling mengutuk. [12][12]
Kelahiran Firqah Murji’ah tidak begitu jelas,tetapi dapat dibatasi waktu     munculnya   yaitu pada dekade-dekade terakhir dari abad pertama.  Firqah ini lahir ini sebagai efek antitesis atau reaksi terhadap kehiperbolisan khawarij dalam aqidah mereka dari segi pengafiran dan keberkerasan bahwa amal adalah bagian yang tidak terpisahkan dari iman. Menurut Khawarij pelaku dosa besar bukanlah seorang mukmin. Orang-orang Murji’ah  mengatakan pendapat yang sebaliknya, iman adalah ma’rifatullah (mengenal Allah)tunduk, dan cinta kepada-Nya dengan hati. Adapun ketaaatan-ketaaatan lain selain itu bukanlah dari iman dan meninggalkannya tidak merusak hakikat iman,tidak disiksa apabila iman tersebut murni dan keyakinan benar.Pendapat ini diriwayatkan dari Yunus bin Aun an Numairi, yaitu salah seorang pelopor pendiri mazhab ini dan kepadanya dinisbatkan Firqah Yunusiyah dari Murji’ah.[13][13]
Diantara pendapat-pendapat mereka yang mahsyur  sebagai peribahasa dari mereka adalah maksiat atau kedurhakaan tidak merusak selama beriman, sebagaimana ketaatan tidak berguna selama beriman,  sebagaimana ketaatan tidak berguna bersama kekafiran. Muqatil bin Sulaiman berkata, dia  termasuk golongan ini, “Bahwasanya kemaksiatan tidak akan merusak neraka, “Ghassan al Kufi mengatakan, “Iman itu bertambah dan tidak berkurang”.[14][14]










download selengkapnya di bawah ini



follow me in

adv



From: http://www.nusaresearch.net/public/recommend/recommend

clik me

yours comment here