Counter

Followers

Sabtu, 05 Oktober 2013

ILMU KALAM



A.    Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para penentang.
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar.Menurut persepsinya, hukum islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,fiqh al-akbar,membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja. Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-Kalam yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalamadalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada Surah al-Baqarah ayat 75, 253, dan Surah an-Nisa’ ayat 164.
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa khalifah Al-Ma’mun.Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu hukum.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmuini dinamakan Ilmu Kalam adalah :
1.      Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan Islam adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini dinamai Ilmu Kalam.
2.      Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli Ilmu Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang pintar memakai kata-kata.
3.      Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalasm ialah rasionalitas atau logika .
B.     Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sunber-sumber ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli ( al-Qur’an dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal pemikiran manusia ). Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan aqidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari-dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka.
Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam:
1.      Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,di antarannya adalah :
a.       Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b.      Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c.       Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada diantara keduannya.
d.      Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh dengan janji Allah.
e.       Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2.      Hadist
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits, Diantarannya yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam, dan ihsan termasuk menyinggu ilmu kalam,salah satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya :
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat banyak. Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari berbagai sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah Hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat.
3.      Pemikiran Manusia
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran umat islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu an-nuha.  Diantara ayat-ayat tersebut yaitu : 

Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan setidaknya ada tiga faktor penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbaga agama yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini. Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya. Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju keislaman.
Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari pendapat-pendapat serta alas an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat membutuhkan filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4.      Insting
Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati- merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap, bercengkerama, dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula. Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya. 
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif, telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L. Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed theology “ ( teologi wahyu ).  
C.    Sejarah  Kemunculan Persoalan-Persoalan Ilmu Kalam
Sejarah dalam pendeklarasian ilmu kalam tidak luput dari sejarah perpecahan prinsip teologi umat islam yang masih ketika itu dipicu persoalan politik dan kedangkalan ukhuwah dalam prilaku perebutan singgasana kekuasaan,bermula dari Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarkat islam sehingga mengakibatkan timbulnya perpecahan di kalangan umat islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak Khalifah Utsman bin Affan mengambil kebijakan  mengangkat anggota keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan penting, sehingga sebagian  besar masyarakat islam tidak senang dengan kebijakan tersebut. Puncaknya adalah saat Khalifah Utsman bin Affan terbunuh saat sedang membaca Al-Qur’an dirumahnya.
Setelah khalifah ustman terbunuh maka kembali diumumkan pergantian kekhalifahan selanjutnya dengan berpacu pada penolakan muawiyyah atas terpilihnya Ali bin abi Thalib. banyak diantara yang semula berpihak pada Ali kemudian terpecah dan keluar dari barisan militer ali bin abi Thalib ,Putusan hanya datang dari Allah dan harus kembali pada hukum dan ketetapan Allah yang ada dalam Al-qur’an . La hukma illa Allah (tidak ada perantara selain Allah)  Hal ini tidak hanya mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada persoalan-persoalan teologi, yang melahirkan beberapa aliran teologi yaitu:
a.      Khawarij: persoalan iman dan kufr (mu’min dan kafir)
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik, pendirian teologis khawarij –terutama yang berkaitan dengan masalah iman dan kufur lebih bertendensi politis ketimbang ilmiah-teoritis. Kebenaran pernyataan ini tak dapat disangka karena, seperti yang telah diungkapkan sejalrah, Khawarij mula-mula memunculkan eprsoalan teologis seputar masalah “apakah Ali dan pendukungnya adalah kafir atau tetap mukmin?””apakah muawiyah dan pendukungnya telah kafir atau tetap mukmin?” jawaban atas pertanyaan ini kemudian menjadi pijakan atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan Muawiyah beserta para pendukungnyatelah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka telah berbuat dosa besar. Dansemua pelaku dosa besar (mutabb al-kabirah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah, adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya. Subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, Azariqah, menggunakan istilah yang lebih “mengerikan” dari pada kafir yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung ke dalam barisan mereka, sedangkan pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan itu berarti ia telah keluar dari Islam. Si kafir semacam ini akan kekal di neraka bersama orang kafir lainnya.
Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan, segala perbuatan yang berbau religius, termasuk di dalam masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan, al-amal juz’un al-iman). Dengan demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh khawarij.



b.      Murji’ah: masalah iman dan menentang pendapat Khawarij
Aliran murji’ah adalah aliran yang memberikan reaksi terhadap pendapat aliran khawarij yang mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar adalah aliran murji’ah. Menurut kaum murjiah dosa besar tidak mengakibatkan kekafiran. Apabila seorang mukmin melakukan dosa besar tetap mukmin. Adapun hakikatnya, kita serahkan kepada Allah kelak di akhirat.
Dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a)      Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
b)      Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
c)      Ajaran pokok murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the queieties (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat murjiah selalu diam dalam persoalan politik.
c.       Paham Qadariyah dan Jabariyah: Memaksa
Dalam kitab Tarikh al-Firaq al-Islamiyah, Ali musthafa al-Ghurabi menjelaskan bahwa menurut paham teologi Aliran Qadariyah, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya; manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kemauannya sendiri, dan manusia sendiriilah yang melakukan perbuatan-perbuatan jahat atas kehendak dan kemauannya sendiri. Menurut paham mereka, manusia mempunyai kebebasan dalam tingkah lakunya. Ia dapat berbuat baik kalau ia menghendakinya, dan ia pula dapat berbuat jahat kalau ia menghendakinya. Aliran ini menolak paham yang mengatakan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut kadar yang telah ditentukan sejak zaman azali. Selanjutnya pengarang kitab Tarikh al-Firaq al-Islamiyah itu juga menyebutkan, bahwa menurut paham Jabariyah, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan dalam perbuatan-perbuatannya. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya dipaksa, dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri mereka, tak ubahnya seperti air yang mengalir, manusia tak ubahnya seperti bulu yang ditiup oleh angin, dia akan melayang-layang ke arah mana angin bertiup. Menurut paham ini, segala perbuatan manusia tidak merupakan sesuatu yang timbul dari kehendak dan kemauan sendiri, tapi perbuatan yang dipaksakan kepada dirinya. Kalau seseorang membunuh orang lain, maka perbuatannya itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi terjadi karena Qadha dan Qadar Tuhanlah yang menghendaki demikian.
Dengan kata lain, dia membunuh bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi Tuhanlah yang memaksanya membunuh. Manusia dalam paham ini hanya merupakan wayang yang digerakan oleh dalang. Manusia berbuat dan bergerak karena digerakan oleh Tuhan. Tanpa gerak dari Tuham manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Disamping kedua paham itu, terdapat pula paham tengah antara paham Qadariyah yang dibawa oleh Ma’bad dan Ghailan dengan paham Jabariyah yang dibawa oleh Jaham, yaitu paham kasb, yang dibawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar dan Dirar Ibn ‘Amr. Menurut al-Syahrastani dalam kitab al-Milal wa al-Nihal, dalam paham Kasb, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik perbuatan baik maupun perbuatan yang jahat. Tetapi manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam dirinya mempunyai daya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Jadi menurut paham ini, Tuhan dan manusia bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
d.      Mu’tazilah : al-Ushul al-Khamsah
Setiap pelaku dosa besar, menurut mu’tazilah berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir, jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertobat, ia akan dimasukkan kedalam neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh mu’tazilah, seperti Wasil bin Atha dan Amir Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin attau kafir.
1)      Al Tauhid ( Ke-Esa-an )
Tuhan dalam paham Mu’tazilah betul-betul Esa dan tidak ada sesuatu yang serupa denganNya. Ia menolak paham anthromorpisme(paham yang menggambarkan Tuhannya serupa dengan makhlukNya) dan juga menolak paham beatic vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala) untuk menjaga kemurnian Kemaha esaan Tuhan, Mu’tazilah menolak sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar Zat Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan tak diberi sifat, tetapi sifat-sifat itu tak terpisah dari ZatNya. Mu’tazilah membagi sifat Tuhan kepada dua golongan :
a.       Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan, disebut sifat dzatiyah, seperti al Wujud - al Qadim – al Hayy dan lain sebagainya
b.      Sifat-sifat yang merupakan perbuatan Tuhan, disebut juga dengan sifat fi’liyah yang mengandung arti hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya, seperti al Iradah – Kalam – al Adl, dan lain-lain.
Kedua sifat tersebut tak terpisah atau berada di luar Zat Tuhan, Tuhan Berkehendak, Maha Kuasa dan sifat-sifat lainnya semuanya bersama dengan Zat. Jadi antara Zat dan sifat tidak terpisah.
Pandangan tersebut mengandung unsur teori yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa : penggerak pertama adalah akal, sekaligus subyek yang berpikir.
2)      Al ‘Adl (Keadilan )
Paham keadilan dimaksudkan untuk mensucikan Tuhan dari perbuatanNya. Hanya Tuhan lah yang berbuat adil, karena Tuhan tidak akan berbuat zalim, bahkan semua perbuatan Tuhan adalah baik. Untuk mengekspresikan kebaikan Tuhan, Mu’tazilah mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan mendatangkan yang baik dan terbaik bagi manusia. Dari sini lah muncul paham al Shalah wa al Aslah yakni paham Lutf atau rahmat Tuhan. Tuhan wajib mencurahkan lutf bagi manusia, misalnya mengirim Nabi dan Rasul untuk membawa petunjuk bagi manusia.
Keadilan Tuhan menuntut kebebasan bagi manusia karena tidak ada artinya syari’ah dan pengutusan para Nabi dan Rasul kepada yang tidak mempunyai kebebasan. Karena itu dalam pandangan Mu’tazilah, manusia bebas menentukan perbuatannya.
3)      Al Wa’d wa al Wa’id (Janji dan Ancaman)
Ajaran ini merupakan kelanjutan dari keadilan Tuhan, Tuhan tidak disebut adil jika ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat buruk, karena itulah yang dijanjikan oleh Tuhan. QS. Al Zalzalah ayat 7-8.

Terjemahnya :“Barang siapa yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan lihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat keburukan seberat biji zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula.”
4)      Manzilah Baina Manzilatain (Posisi di antara dua tempat )
Posisi menengah atau fasik dalam ajaran Mu’tazilah di tempati oleh orang-orang Islam yang berbuat dosa besar. Pembuat dosa besar bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad saw, tetapi tidak juga dapat dikatakan mukmin karena imannya tidak lagi sempurna, maka inilah sebenarnya keadilan (menempatkan sesuatu pada tempatnya), akan tetapi di akhirat hanya ada syurga dan neraka, maka tempat bagi orang-orang yang berbuat dosa adalah di neraka, hanya saja tidak sama dengan orang-orang kafir sebab Tuhan tidak adil jika siksaannya sama dengan orang kafir. Jadi lebih ringan dari orang kafir.
5)      Amar Ma’ruf , Nahi Munkar. ( Memerintahkan Kebaikan dan Melarang Keburukan ).
e.       Asy’ariyah: Mazhab Syafi’i
Pendiri mazhab Asya`irah adalah Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Asy`ari. Ia lahir pada tahun 260 H di Bashrah dan wafat tahun 324 H di Baghdad. Sampai usia empat puluh tahun, ia adalah salah satu murid Abu Ali Jubai yang mendukung mazhab Mu`tazilah. Abu Hasan Asy`ari keluar dari mazhab Mu`tazilah pada tahun 300 H. Setelah mengadakan beberapa perbaikan dalam ajaran Ahlul hadits, Abu Hasan Asy`ari mendirikan mazhab baru, yang berlawanan dengan Ahlul hadits dan juga Mu`tazilah. Dalam bidang fikih, Abu Hasan Asy`ari mengikuti mazhab Syafi`i. Di masa sekarang, sebagian besar pengikutnya juga berkiblat kepada Imam Syafi`i dalam masalah hukum.
Tehadap pelaku dosa besar, agaknya asy’ari, sebagai wakil ahl al-sunnah tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke baitullah (ahl al-qiblah), walaupun melakukan dosa besar seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, selalipun berbuat dosa besar, akan tetapi, jika dosa besar itu tetap dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir. Adapun balasan diakhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka menurut al-asyari, hal itu bergantung pada kebijakan tuhan yang maha berkehendak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapat syafaat nabi SAW. Sehingga terbebas dari siksa neraka atau kebalikannya, yaitu Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir lainnya. Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai ia akan dimasukkan ke dalam surga. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi  yang sama dengan murjiah khususnya tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.
f.       Maturidiyah: Mazhab Ahmad bin Hambal
Maturidiyah didirikan oleh Abu Manshur Muhammad bin Muhammad Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah.Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi.
Setelah menelaah sekian riwayat tentang munculnya ilmu kalam dan persoalan-persoalan disekitar ilmu kalam yang menjadi simbolisasi dari ilmu manthiq dan logika , seakan menata barisan idiologi tentang hal-hal yang mendoktrin untuk terus berfikir akan sesuatu yang telah ada dan mencakup semua sejarah tentang perebutan kekuasaan, perbedaan cara pandang dan sistem perpolitikan. Kaca perbandingan yang menyeluruh dari sekian bentuk knowladge yang bermunculan seiring perkembangan zaman. Wallahu a’lam.



D.    Ruang Lingkup Aqidah Ilmu Kalam
Masalah yang dibahas dalam aqidah ilmu kalam adalah mempercayai adanya Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi dan Rasul Allah, hari kiyamat,Qadha’ dan Qadar, Akhirat, akal dan wahyu, surga , neraka, dosa besar, dan masalah iman dan kafir. yang diperkuat dengan-dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqidah-aqidah yang menyimpang.
Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat 44.
Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi dalam Islam yaitu:
1)      Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2)      Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3)      Aliran Mu’tazilah , yang tidak menerima pendapat kedua diatas.
 Pengertian Aqidah Ilmu kalam adalah artinya ilmu yang mempelajari ikatan/keyakinan seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan disertai alasan-alasan yang rasional. Nama-nama ilmu kalam yaitu ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al-akbar dan teologi Islam. dan Ruang lingkupnya adalah tentang mengesakan tuhan yang diperkuat dengan-dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqiah-aqidah yang menyimpan.
Ø  Pengertian Imu Tauhid
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi ),kata tauhid adalah merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu : wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan .kemudian ditegaskan oleh ibnu khaldun dalam kitabnya muqaddimah bahwa kata tauhid mengandung makna keesaan tuhan. maka dari pengertian ithimologi tersebut dapat diketahui bahwa tauhid mengandung makna meyakinkan (mengi’tikadkan ) bahwa allah adalah satu tidak ad syrikat bagi-nya
 Ditinjau dari sudut istilah ( terminologi ) , telah dipahami bersama bahwa setiap cabang ilmu pengetahuan itu telah mempunyai obyek dan tujuan tertentu .karena itu setiap cabang ilmu pengetahuan juga masing –masing mempunyai batasan – batasan tertentu pula . demi batasan-batasan tersebut pengaruhnya adalah sangat besar bagi para ilmuan dan cendikiawan didalam membahas, mengkaji , dan menelaah obek garapan dari suatu cabang ilmu pengatahuan .
Demikian juga halnya pada kajian ilmu tauhid yang telah di ta’rifkan oleh para ahli sebagai berikut :
a.       Syekh muhamad abduh mengatakan bahwa :
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud allah dan sifat sifat yang wajib ada pada-nya ,dan sifat yang boleh ada padanya dan sifat yang tidak harus ada pada-nya ( mustahi ) , ia juga membahas tentang para rasul untuk menegaskan tugas risalahnya , sifat sifat yang wajib ada padanya yang boleh ada padanya ( jaiz ) dan yang tidak ada padanya ( mustahil )
b.      syekh husain affandi al-jisral-tharablusymenta ’rifkan sebagai berikut :
Ilmu tauhid ialah ilmu yang membahas atau membicarakan bagaimana menetapkan aqidah ( agama islam ) dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan
Dari kedua ilmu ta’rif ilmu tauhid tersebut itu dapat lah diambil suatu pengertian bahwa pada ta’rif pertama ( syekh muhamad abduh ) lebih menitik beratkan pada objek formal ilmu tauhid yakni pembahasan tentang wuhud allah dengan segala sifat dan perbuatannya serta membahas tentang para rasulnya , sifat-sifat dengan segala perbuatannya .sedangkan pada ta’rif kedua ( sekh husain al-jisr) menekankan pada metode pembahasannya yakni dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan , dan yang dimaksud disini adalah dalil naqli maupun dalil aqli.dengan demikian ilmu tauhid adalah salah satu cabang ilmu study keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud allah dengan segala sifat nya serta tentang para rasul nya , sifat – sifat dan segala perbuatannya dengan berbagai pendekatan .



Ø  Objek Pembahasan Ilmu Tauhid
Obyek pembahasan atau yang menjadi lapangan bahasan ilmu tauhid pada garis besarnya dibagi pada tiga bagian utama yaitu :
1.      Tauhid ilahiyah (ketuhanan) yaitu bagian ilmu tauhid yang membahas masalah ketuhanan , hal ini terdiri dari :
a)      Tauhid uluhiyyah yaitu membahas tentang keesaan allah dalam dzat –nya tidak terdiri dari beberapa unsur atau oknum , dia (allah) sebagai dzat yang wajib disembah dan dipuja dengan ikhlas ,semua pengabdian hambanya semata-mata hanya untuknya seperti berdoa dan lain-lain sebagai mana yang dinyatakan dalam firman allah swt dalam surat al-ikhlas ayat 1- 4
b)      Tauhid rububiyah , yaitu pembahasan tentang allah sebagai arrabu yaitu esa dalam penciptaannya pemeliharaan dan pengaturan semua makluhnya sebagai firman allah yang menjelaskan siapakah yang memberi rezeki pada manusia dalam surat yunus ayat 31
c)      Tauhid dzat , sifat – sifat dan nama – nama nya yaitu pembahasan tentang sifat sifat dan nama-nama yang disebut sendiri oleh allah dan rasulnya yang tidak sama dengan makluhnya sifat dan nama-nmanya adalah agung dan sempurna kita tidak boleh memberi nama dan sifat yang dapat mengurangi keagungan dan kesempurnaan nya atau menyusuaikan nama-nama dan sifat sifat itu dengan yang lain seperti membagaimanakan , menggambarkan dan lain-lain .sebagaiman firman allah dalam surat al-a’raaf ayat 180 .
2.      Tauhid nubuwwah ( kenabian ) yaitu bagian ilmu tauhid yang membahas masalah kenabian ,kedudukan dan peranan serta sifat sifat dan keistimewaannya , sebagaimana firman allah dalam surat an-nahl ayat 43.
3.      Tauhid sam’iyyat ,yaitu sesuatu yang diperoleh lewat pendengaran dari sumber yang meyakinkan yakni al-qur’an dan al-hadits ,misalnya tentang alam kubur , azab kubur ,hari kebangkitan dipadang mashar ,alam akhirat ,tentang ’arsy ,lauh mahfudz ,dan lain-lain  seperti yang disebutkan dalam firman allah surat az-zumar ayat 60 .


Ø  Dasar-dasar Ilmu Tauhid
Syekh husain al-jisr menjelaskan bahwa didalam membahas ilmu tauhid mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan yakni dalil naqli dan aqli . dalil naqli adalah pengetahuan tentang masalah – masalah agama yang diambil dari alquran dan hadis yang shaheh . dengan dalil naqli tersebut diketahui keterangan – keterangan tentang tuhan dan segala sifat dan perbuatannya serta menunjukan bahwa segala makhluh berada dalm lingkungan hukum alam ( sunnah allah ) yang tidak berubah dan bertukar , sebagaimana tersebut dalam firman allah surat al-fath ayat 23.
Jadi , sifat suatu dalil naqli adalah sebagai pembuktian suatu dalil , dan merupakan akhir dari pembahasan yang penjang sesuai dengan yang ditunjuk oleh dalil , sebagai contoh pembuktian surat al-baqarah ayat 225 .
Adapun dalail naqli adalah pengetahuan yang didapatkan dari keputusan akal yang sehat berdasarkan cara berfikir yang telah ditentukan oleh ilmu pengetahuan , sifat dalil ini adalah sebagai sarana penyimpulan keterangan suatu peristiwa , bertolak dari beberapa peristiwa nyata kemudian diambil satu atau lebih kesimpulan yang benar , sebagai contoh adanya teori gerak , bahwasanya setiap makluh merupakan kumpulan dari sejumlah gerakan sebagai tanda kehidupannya dengan gerakan awal dan gerakan awal itu pasti ada penggeraknya , yaitu tuhan allah SWT .
Ø  Fungsi Ilmu Tauhid dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam
Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari semua keilmuan dan amalan dalam islam , maka ilmu tauhid berfungsi dalam ( 2 ) bidang yang salin terjalin antara yang satu bidang dengan yang lainnya yaitu :
1.      Dalam Bidang I’tiqoyah
    1. ilmu tauhid berfungsi memberikan dasar dan landasan mental ( basic mentalty ) yang kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan tuhan sebagai satu-satu nya sesembahan dalam ibadah ( tauhid uluhiyah )
    2. memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang non muslim untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur dengan kemusrikan dengan penjelasan yang baik dan bijaksana , baik dalam artian menolak terhadap semua ajaran ketuhanan yang salah diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap pemahaman yang bersifat merusak kemurnian tauhid .
Cloap Program Affiliasi                      Salju Shop - Kupon Diskon Ekslusif 




                     

Tidak ada komentar:

follow me in

adv



From: http://www.nusaresearch.net/public/recommend/recommend

clik me

yours comment here