Counter

Followers

Senin, 02 September 2013

SUBYEK PENDIDIKAN VERSI AL-QUR"AN dan REALITA


A.      Surat Ar-Rahman: 1-4
اَلرَّحْمٰنُ ﴿١﴾ عَلَّمَ اْلقُرْءَانَ ﴿٢﴾ خَلَقَ الْإِنْسَانَ ﴿٣﴾ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ ﴿٤﴾
“Allah yang maha pemurah.  Yang telah mengajarkan Al-Quran.  Dia menciptakan manusia.  Mengajarnya pandai berbicara.” (Al-Rahman:1-4)
B.  Tafsir Surat Ar-Rahman : 1 - 4
Ayat 1 dan 2 : Pada ayat ini Allah yang maha pemurah menyatakan bahwa Dia telah mengajar Muhammad Al-Quran dan Muhammad telah mengajarkan umatnya. Ayat ini turun sebagai bantahan bagi penduduk Makkah yang mengatakan “Sesungguhnya Al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”.
Oleh karena ayat ini mengungkapan beberapa nikmat Allah atas hamba-Nya, maka surat ini dimulai dengan menyebut nikmat yang paling besar faedahnya dan paling banyak manfaatnya bagi hamba-Nya, yaitu nikmat mengajar Al-Quran. Maka manusia dengan mengikuti ajaran Al-Quran akan berbahagia di dunia dan di akhirat dan dengan berpegang teguh pada petunjuk-petunjuk-Nya niscaya akan tercapailah tujuan di kedua tempat tersebut.
Ayat 3 dan 4 : Dalam ayat ini Allah menyebutkan nimat kejadian manusia yang menjadi dasar semua persoalan dan pokok segala sesuatu. Sesudah Allah menyatakan nikmat mengajar Al-Quran pada ayat yang lalu, maka pada ayat ini Allah menciptakan jenis makhluk-Nya ini dan diajarka-Nya pandai membicarakan tentang apa yang tergores dalam jiwanya dan apa yang terpikir oleh otaknya, kalaulah tidak mungkin tentu Muhammad tidak akan mengajarkan Al-Quran kepada umatnya.
C.       Subjek Pendidikan Menurut Surat Ar-Rahman Ayat 1 – 4
1.         Ar-Rahman (اَلرَّحْمٰنُ)
Ar-Rahman adalah salah satu dari sekian banyak sifat Allah, yang mengandung makna pengasih kepada seluruh makhluknya didunia tanpa terkecuali, baik makhluk yang taat ataupun yang mengingkarinya, bahkan kepada iblispun Allah masih “sayang”. Ayat pertama ini kaitannya dengan pendidikan adalah seorang pendidik atau guru harus mempersiapkan dirinya dengan sifat rahman, yaitu mempunyai sifat kasih sayang kepada seluruh peserta didik atau murid tanpa pandang bulu, baik kepada murid yang pintar, bodoh, rajin, malas, baik ataupun nakal.
2.      Allamal Qur’an (عَلَّمَ اْلقُرْءَانَ)
Al-quran adalah kalamullah atau firman Allah, bukan ucapan Nabi atau manusia lainnya. Tidak ada sepatah katapun ucapan Nabi dalam Al-quran. Pada saat Al-quran diturunkan, Nabi melarang para sahabatnya untuk menghafal atau mencatat, apalagi mengumpulkan ucapannya. Beliau hanya menyuruh untuk menghafal dan mencatat Al-quran. Hal ini semata-mata untuk menjaga kemurnian firman Allah. Sedangkan Syekh Ali Ash-Shabuni mengatakan, Al-quran adalah kalam Allah yang mu’jiz, diturunkan kepada Nabi dan Rasul penghabisan dengan perantaraan Malaikat terpercaya, Jibril, tertulis dalam mushhaf yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Al-quran merupakan sumber utama dalam pendidikan islam. Kalau pendidikan diibaratkan bangunan, maka isi Al-quran dan hadislah yang menjadi fundamennya
Al-quran dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama karena Al-quran memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah Swt menciptakan manusia dan Allah pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-wahyu Nya. Tidak satu persoalanpun, termasuk soal pendidikan, yang luput dari jangkauan Al-quran.
Sebelum guru berada dihadapan siswa, guru harus terlebih dahulu mempersiapkan dalam artian menguasai, memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa, baik materi pokok yang merupakan keahliannya maupun materi penunjang diluar keahliannya. Guru yang hanya menguasai bahan pokok akan melahirkan kegiatan belajar mengajar yang kaku.
3.      Kholakol Insan (خَلَقَ الْإِنْسَانَ)
Manusia adalah makhluk yang mungkin, dapat dan harus dididik, sesuai dengan hakekatnya sebagai makhluk ciptaan Allah Swt, yang hidup sebagai satu diri (individu) dalam kebersamaan (sosialitas) dalam masyarakat, dan karena memiliki kemungkinan tumbuh dan berkembang, di dalam keterbatasannya sebagai manusia. Pendidikan menjadi keharusan bagi manusia, karena empat fakta yang dihadapinya dalam kehidupan. Manusia hanya akan menjadi manusia karena pendidikan, karena mendidik berarti memanusiakan.
Dalam pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik (subyek didik), baik potensi efektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). Menurut Imam Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
4.         ‘Allamahul Bayan (عَلَّمَهُ الْبَيَانَ)
‘Allamahul Bayan (mengajarnya pandai berbicara). Al-Hasan berkata: "Kata al-Bayan berarti berbicara. Karena siyaq berada dalam pengajaran Al-Quran oleh Allah Ta'ala yaitu cara membacanya. Dan hal itu berlangsung dengan cara memudahkan pengucapan artikulasi, serta memudahkan keluarnya huruf melalui jalannya masing-masing dari tenggorokan, lidah dan dua buah bibir sesuai dengan keragaman artikulasi dan jenis hurufnya.
Ayat ini kaitannya dengan proses pendidikan adalah seorang guru apapun pelajaran yang disampaikan, sampaikanlah dengan sejelas-jelasnya, sampai pada tahap seorang siswa (subyek didik) benar-benar faham. AI-Bayan berarti jelas. Namun ia tidak terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka.
Al-Qussy Membagi kebutuhan manusia (subyek didik) dalam dua kebutuhan pokok, yaitu :
a.       Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum, dan sebagainya.
b.      Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan ruhaniah.
D.      Surat Al-Kahfi: 66
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"(Al-Kahfi: 66)

E.       Tafsir surat Al-Kahfi: 66
Dalam ayat ini Allah menyatakan maksud Nabi Musa as datang kepada Al Khidir, yaitu untuk berguru kepadanya. Nabi Musa memberi salam kepada Al Khidir berkata kepadanya: "Saya adalah Musa". Al Khidir bertanya: "Musa dari Bani Israel?" Musa menjawab: "Ya, benar! Maka Al Khidir memberi hormat kepadanya seraya berkata: "Apa keperluanmu datang kemari?" Nabi Musa menjawab, bahwa beliau datang kepadanya supaya diperkenankan mengikutinya dengan maksud supaya Al Khidir mau mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang telah Allah ajarkan kepada Al Khidir itu, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.
Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa sebagai calon murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk pertanyaan itu berarti Nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan mohon diperkenankan mengikutinya, supaya Al Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah Allah berikan kepadanya. Sikap Nabi Musa as, ini merupakan cerminan kesopanan yang harus dilakukan oleh seorang peserta didik kepada gurunya. Sedangkan sikap Nabi Khidr a.s merupakan cerminan dari kesabaran dan sikap lapang dada dalam memberikan bimbingan/pengajaran.
            Dengan demikian, seorang mendidik harus memiliki kompetensi dan kepribadian yang luhur dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah dengan memiliki sikap sabar dalam menghadapi prilaku peserta didiknya. Ayat ke-66 ini menjelaskan bahwa ucapan Nabi Musa as. terhadap Nabi Khidir as. adalah ucapan yang lemah lembut (tanpa paksaan). Oleh karena itu wajib bagi seorang muta’allim (pelajar) apabila menanyakan sesuatu hal kepada mua’llim (guru) dengan ucapan yang lemah lembut. Kata attabi’uka ialah  mengikuti        dengan              sungguh-sungguh.
            Dari uraian surat-surat diatas, dapat kami simpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan subjek pendidikan.
1.      Kata Ar-Rahman menunjukkan sifat-sifat pendidik adalah murah hati, penyayang dan  lemah lembut, santun dan berakhlak mulia khususnya kepada peserta didik dan kepada masyarakat pada umumnya.
2.       Al-Quran merupakan sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama, karena Al-Quran memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Allah
3.      Ayat ini kaitannya dengan proses pendidikan adalah seorang guru apapun pelajaran yang disampaikan, sampaikanlah dengan sejelas-jelasnya, sampai pada tahap seorang siswa (subyek didik) benar-benar faham.
Subyek pendidikan meliputi pendidik dan peserta didik, keduanya merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu diantara keduanya tidak ada maka tidak akan terjadi proses pendidikan, sehingga tujuan pendidikan untuk mencapai insan kamil tidak akan dapat tercapai. Seorang mendidik harus memiliki kompetensi dan kepribadian yang luhur dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah dengan memiliki sikap sabar dalam menghadapi prilaku peserta didiknya.
II.                OBYEK PENDIDIKAN
A.      Surat At-Tahrim: 6
يَااَيُّهَاالّذِيْنَ امنُواقُوا اَنْفُسَكُمْ واَهْليْكُمْ نَاراً وقُوْدُهاالنّاسُ والْحِجَارَة عليْها ملائِكةُ غِلاظٌ شِدادٌ لاَيُعْصُون اللهُ مَاامرَهُمْ وَيفْعَلوْنَ مايُؤمرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman peliharahlah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(QS. At Tahrim:6).
B.       Tafsir surat At-Tahrim:6
Dalam ayat ini terdapat lafadz perintah berupa fi’il amar yang secara langsung dengan tegas, yakni lafadz (peliharalah/jagalah), hal ini dimaksudkan bahwa kewajiban setiap orang mu’min salah satunya adalah menjaga dirinya sendiri dan keluarganya dari siksa neraka. Dalam tafsir jalalain proses penjagaan tersebut ialah dengan pelaksanaan perintah taat kepada Allah merupakan tanggung jawab manusia untuk menjaga dirinya sendiri serta keluarganya. Sebab manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri dan keluarganya yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya
Diriwayatkan bahwa ketika ayat keenam ini turun, Umar berkata: “waha Rosulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rosulullah menjawab: “larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah perintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api  neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah Sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan dari dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepadanya.
Pengertian tentang pentingnya membina keluarga agar terhindar dari api neraka ini tidak semata-mata diartikan api neraka yang ada di akhirat nanti, melainkan termasuk pula berbagai masalah dan bencana yang menyedihkan, merugikan dan merusak citra pribadi seseorang. Sebuah keluarga yang anaknya terlibat dalam berbagai perbuatan tercela seperti mencuri, merampok, menipu, berzina, minum-minuman keras, terlibat narkoba, membunuh, dan sebagainya adalah termasuk kedalam hal-hal yang dapat mengakibatkan bencana di muka bumi dan merugikan orang yang melakukannya, dan hal itu termasuk perbuatan yang membawa bencana.
C.       Surat Asy-Syu’ara 214
وَاَنْذِرْعَشِيْرَتَكَ الاَقْرَبِيْنَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS Ay Syu’ara: 214)
Sesuai dengan ayat sebelumnya (QS At Tahrim:6) bahwa terdapat perintah langsung dengan fi’il amar (berilah peringatan). Namun perbedaanya adalah tentang objeknya, dimana dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat. “Aq Alrobin” mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Muthalib, lalu Nabi SAW memberikan peringatan kepada mereka secara terang-terangan. Demikianlah menurut keterangan Hadits yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim.
Dalam ayat tersebut pendidikan bukan hanya untuk Nabi Muhammad dan kluarganya akan tetapi untuk semua umat islam. Dan dalam ayat ini juga menjelaskan bahwa dalam pendidikan harus bersikap adil, dimana setiap peserta didik mempunyai hak yang sama dari pendidik. Adapun peringatan nabi kepada keluarganya pada ayat diatas hanyalah merupakan sikap etis (birr) terhadap sanak kerabatnya yang tidak berhenti dan menghalangi untuk berbuat baik kepada orang lain.

D.      Surat At-Taubah: 122
وما كان المؤمنون لينفروا كآفّةً فلولا نفر من كلِّ فرقةٍ منهم طآئفةٌ ليتفقّهوا فى الدّينِ وليُنْذروا قومهم اذا رجعوا اليهم لعلّهم يحذرونَ.
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menyadari dirinya (Qs. At Taubah: 122)
Dalam ayat diatas juga terdapat dua lafadz fi’il amar, yang disertai dengan lam amar, yakni (supaya mereka memperdalam ilmu) dan lafadz (supaya mereka member peringatan), yang berarti kewajiban untuk belajar mengajar. Apapun proses belajar mengajar sangat dianjurkan oleh Nabi SAW. Sabda beliau: “dan darinya (Abu Hurairah ra) sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda: barang siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala orang yang mengikutinya tidak dikurangi sedikit pun dari padanya (HR. Muslim).
Menurut Al Maraghi ayat tersebut member isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama (wujub al tafaqqub fi al din) serta menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah di dirikan serta mengajarkanya pada menusia berdasarkan kadar yang diperkirakann dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak membiarkan mereka tidak mengetahui hukum-hukum agama yang apada umumnya yang harus dikerahui oleh orang-orang  yang beriman.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Dalam Qs At Tahrim ayat 6, menunjukkan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka dan merupakan tarbiyah untuk diri sendiri dan keluarga.
  2. Dalam Qs Asy Syu’ara ayat 214, menunjukkan bahwa yang menjadi objek pendidikan adalah kerabat terdekat dari kita dan orang-orang yang dekat kepada adzab Allah SWT.
  3. Dalam Qs At Taubah ayat 122, menunjukkan bahwa yang menjadi objek pendidikan adalah lebih khusus, yakni sebagian dari orang-orang mu’min.
III.             TUJUAN HIDUP
A.      Surat Al-Baqarah: 200-202
إِذا قَضَيتُم مَنٰسِكَكُم فَاذكُرُوا اللَّهَ كَذِكرِكُم ءاباءَكُم أَو أَشَدَّ ذِكرًا ۗ فَمِنَ النّاسِ مَن يَقولُ رَبَّنا ءاتِنا فِى الدُّنيا وَما لَهُ فِى الءاخِرَةِ مِن خَلٰقٍ ﴿٢٠٠﴾ وَمِنهُم مَن يَقولُ رَبَّنا ءاتِنا فِى الدُّنيا حَسَنَةً وَفِى الءاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنا عَذابَ النّارِ ﴿٢٠١﴾ أُولٰئِكَ لَهُم نَصيبٌ مِمّا كَسَبوا ۚ وَاللَّهُ سَريعُ الحِسابِ  ﴿٢٠٢﴾

 “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu , bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdo’a, “ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia,”  dan di akhirat dia tidak memperoleh apapun. Dan di antara mereka ada yang berdo’a, “ ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka”. “Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan, dan Allah Mahacepat perhitungan-Nya.”
B.       Tafsir surat Al-Baqarah: 200-202           
Ayat ini adalah sebuah peringatan kepada orang-orang Arab Jahiliah yang selalu mengutamakan kehidupan dunia, di mana yang menjadi kebiasaan orang Arab Jahiliah setelah menunaikan ibadah haji adalah bermegah-megahan tentang kebesaran nenek moyangnya. Setelah ayat ini turun maka memegah-megahkan nenek moyangnya diganti dengan dzikir kepada Allah swt. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang Jahiliyah wuquf di pasar. Sebagian dari mereka selalu membangga-banggakan nenek  moyangnya yang telah mebagi-bagi makanan, meringakan beban, serta membayarkan diat (denda orang lain). Dengan kata lain, di saat wuquf itu, mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Maka turunlah ayat tersebut (S.2: 200) sampai asyadda dzikra, sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan disaat wuquf.
(Diriwayatkan oleh ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid). Menurut riwayat lain, salah satu suku bangsa Arab sesampainya ke tempat wuquf berdo’a; “Ya Allah, semoga Allah menjadikan tahun ini tahun yang banyak hujannya, tahun makmur yang membawa kemajuan dan kebaikan. Mereka tidak menyebut-nyebut urusan akhirat sama sekali. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas sampi akhir ayat (S.2:200) sebagai petunjuk bagaimana seharusnya berdo’a. Setelah itu kaum Muslimin berdo’a sesuai petunjuk dalam al-Qur’an (S.2:201) yang kemudian ditegaskan oleh Allah SWT dengan firman-Nya ayat berikutnya(S.2:202).
C.       Surat Al-Mukminun: 115-116
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ. فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ  [المؤمنون:115-116[
“ Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?, Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) Arsy yang mulia.” (Al Mukminun : 115-116)
D.      Tafsir surat Al-Mukminun: 115-116
Imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata tentang ayat di atas :
أفظننتم أنكم مخلوقون عبثا بلا قصد ولا إرادة منكم ولا حكمة لنا ،  وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ :أي: لا تعودون في الدار الآخرة
“ Apakah kalian menyangka bahwa kalian adalah makhluk yang sia-sia, tanpa ada tujuan, maksud dan hikmah dari [penciptaan] kalian, dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami yaitu kalian tidak akan kembali ke negeri akhirat ? .”
Hidup yang demikian ini tidak lain dan tidak bukan adalah seperti hidupnya binatang ternak, oleh karena itu ketika berbicara tentang ayat ini Imam Syaukani –rohimahulloh-berkata :
والمعنى : أفحسبتم أن خلقناكم للإهمال كما خلقت البهائم ولا ثواب ولا عقاب ، وأنكم إلينا لا ترجعون بالبعث والنشور فنجازيكم بأعمالكم
“ Dan maknanya : apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian untuk sesuatu yang sia-sia seperti binatang ternak tanpa ada pahala dan hukuman. Dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami dengan adanya hari kebangkitan kemudian Kami balas kalian sesuai dengan amal kalian.”
Akan tetapi Rabb kita yang mulia, Alloh ta’ala telah memerintahkan kepada kita semuanya supaya kita beribadah kepada-Nya agar kita tidak seperti binatang ternak yang tidak memiliki tujuan hidup. Dalam ayat ini juga menghandung beberapa pelajaran penting di antaranya:
  1. Sesungguhnya manusia diciptakan bukan tanpa tujuan atau sekedar untuk bermain-main saja dan demi kesia-siaan. Manusia tidak seperti binatang yang tidak mendapatkan pahala atau hukuman. Akan tetapi Allah menciptakan manusia agar beribadah dan menegakkan perintah-perintah-Nya. Sebagaimana telah Allah tegaskan dalam ayat lain (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56). Sedangkan ibadah itu dibangun di atas dua prinsip pokok yaitu kesempurnaan rasa cinta dan kesempurnaan perendahan diri. Ibadah mencakup segala perkara yang dicintai dan diridhai Allah, berupa ucapan ataupun perbuatan, yang tampak ataupun yang tersembunyi. Dalam istilah syari’at, ibadah bisa juga dimaknai sebagai pelaksanaan terhadap perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan dilandasi rasa cinta, harap, dan takut.
  2. Wajibnya mengimani adanya hari akhir, yaitu kembalinya manusia ke kampung akherat.
  3. Allah tersucikan dari perbuatan sia-sia, di antara contohnya adalah tidak mungkin Allah menciptakan manusia ini tanpa ada tujuan dan hikmahnya.
  4. Ayat yang agung ini juga mengandung bantahan bagi paham hedonisme; yaitu pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
  5. Ayat yang agung ini  juga mengandung bantahan bagi paham nihilisme; yaitu paham aliran filsafat sosial yang tidak mengakui nilai-nilai kesusilaan, kemanusiaan, keindahan, dsb. Juga segala bentuk kekuasaan pemerintahan, menurut paham ini semua orang berhak mengikuti kemauannya sendiri.

E.       Surat Adz-Dzariyat: 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
F.        Tafsir surat Adz-Dzariyat: 56
Maksud ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada mereka. Ayat tersebut dengan gamblang telah menjelaskan bahwa Allah Swt dengan menghidupkan manusia di dunia ini agar mengabdi / beribadah kepada-Nya. Bukan sekedar untuk hidup kemudian menghabiskan jatah umur lalu mati.
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Berdasarkan ayat tersebut, dengan mudah manusia bisa mendapat pencerahan bahwa eksistensi manusia di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah Swt dan tentu saja semua yang berlaku bagi manusia selama ini bukan sesuatu yang tidak ada artinya. Sekecil apapun perbuatan itu, kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran, sedangkan kematian sebagai pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya kembali menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia. 
Ayat ini pula dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.
Pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang       ada. Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi, yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina imaama).












REFRENSI

Ar-Rifai, Muhammad Nasif. 2000. Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR jilid 3. Jakarta: Gema Insani Press
Gojali, Nanang. 2004. Manusia, Pendidikan Dan Sains Dalam Persepektif Tafsir Hermeneutik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Islami; Tradisi dan Modernesasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
M. Quraisy Shihab. 2002. Tafisr al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati

Tidak ada komentar:

follow me in

adv



From: http://www.nusaresearch.net/public/recommend/recommend

clik me

yours comment here