Counter

Followers

Selasa, 27 Agustus 2013

KEUNGGULAN MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN SURAH AL-BAQOROH AYAT 30-37, AL-ISRA’ AYAT 70 DAN AR-RAD AYAT 11 dan STUDY KASUS



A.    Al-Qur’an Suroh Al-Baqoroh 30-37
Dengan dua ayat berturut-turut, yaitu ayat 28 dan 29 perhatian kita Insan ini disadarkan oleh Tuhan. Pertama, bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal dari mati,dia hidupkan kembali.Kemudian Dia matikan, setelah itu akan dihidupkanNya kembali untuk memperhitungkan amal. Bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal seluruh isi bumi telah disediakan untuk kamu. Lebih dahulu persediaan untuk menerima kedatanganmu di bumi telah disiapkan, bahkan dari amar perintah kepada ketujuh langit sendiri. Kalau demikian adanya, pikirkanlah siapa engkau ini. Buat apa kamu diciptakan. Kemudian datanglah ayat khalifah.

وَإِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً
"Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. " (pangkal ayat 30).
Penafsiran surat al-baqarah diatas menurut Quraish Syihab yakni, اذrenungkanlah, ingat-ingatlah bahwa suatu ketika Allah berfirman kepada malaikat “saya akan menciptakan khalifah di bumi.
Kita diperintahkan untuk merenung dan mengingat bahwa pernah suatu ketika Allah menyampaikan kepada malaikat bahwa dia akan mencipta manusia sebagai khalifah. Maka ketika kita merenung dan mengingat itu, jangan lupa asal kejadian dan tugas pokok kita yaitu menjadi khalifah. Kata khalifah terambil dari akar kata khalfun yang berarti dibelakang, yang dibelakang itu biasanya menyusul yang didepan sehingga yang dibelakang itu menggantikan yang didepan. Itu sebabnya sayyidina Abu Bakar Khalifah Rasulullah, menggantikan Rasulullah.
Saya akan menjadikan khalifah atau pengganti di bumi, pengganti siapa? Itu mengisyaratkan ada makhluk sebelum manusia, atau bisa juga pengganti Allah, Allah menghendaki untuk memakmurkan bumi ini, tetapi Dia tidak mau bekerja sendiri.“saya punya konsep, saya punya kehendak terhadap bumi ini, saya tunjuk ini sebagai pengganti saya”. Intinya manusia diberi mandat.Apa tugas khalifah? Seseorang yang ditugasi memelihara, membina, mengantar sesuatu menuju tujuan penciptaan sesuatu. Sebelum kita teruskan menafsirkan ayat ini, terlebih dahulu haruslah dengan segala kerendahan hati dan iman kita pegang apa yang telah dipimpinkan Tuhan pada ayat yang tiga di permulaan sekali, yaitu tentang percaya kepada yang ghaib. Tuhan telah menyampaikan dengan Wahyu kepada UtusanNya bahwa Tuhan pernah bersabda kepada Malaikat bahwa Tuhan hendak mengangkat seorang khalifah di bumi.
Maka terjadilah semacam soal jawab di antara Tuhan dengan Malaikat. Bagaimana duduknya dan di mana tempatnya soal jawab itu? Tidaklah layak bagi kita mengkaji sampai ke sana. Ada dua macam cara Ulama-Ulama menghadapi wahyu ini. Pertama ialah Mazhab Salaf. Mereka menerima berita wahyu itu dengan tidak bertanya-tanya dan berpanjang soal.sebab Allah telah berkenan menceritakan dengan wahyu tentang suatu kejadian di dalam alam ghaib, dengan kata yang dapat kita pahamkan, tetapi akal kita tidak mempunyai daya upaya buat masuk lebih dalam ke dalam arena ghaib itu. Sebab itu kita terima dia dengan sepenuh iman.
Cara yang kedua ialah penafsiran secara Khalaf, yaitu melalui pemikiran Ulama-Ulama yang datang kemudian,Yaitu dipakai penafsiran-­penafsiran yang masuk akal, tetapi tidak melampaui garis yang layak bagi kita sebagai makhluk. Berdasar kepada ini, maka Mazhab Khalaf berpendapat bahwasanya apa yang dihikayatkan Tuhan ini niscaya tidak sebagai yang kita pikirkan. Niscaya pertemuan Allah dengan MalaikatNya itu tidak terjadi di satu tempat; karena kalau terjadi di satu tempat, tentu bertempatlah Allah Ta'ala.
Dan bukanlah Malaikat itu berhadap­ dengan Allah.Karena kalau demikian tentulah sama kedudukan mereka, (rnalaikat) dengan keduduka Allah sebagai Khaliq.

Imam Ghazali, dia berselisih tentang hukum akal. Bagi dia api wajib menghangusi,air membasahi. Tidak mungkin tidak begitu. Tetapi jika ditanyakan tentang Nabi Ibrahim a. s. tidak hangus dibakar api, dia menjawab bahwa hal begitu tidaklah tugas filsafat. Itu adalah tempat iman. "Sebagai Muslim saya percaya,"katanya. Pelopor Filsafat Modern, yaitu Emmanuel Kant, dalam hal kepercayaan dia seakan-akan penganut dari mazhab Khalaf. Dia pernah berkata :"Betapapun kemajuan saya dalam berpikir, namun saya mengosongkan sesudut dari jiwa saya buat percaya.
Sekarang kita teruskan,Maka nampaklah di pangkal ayat, Tuhan telah bersabda kepada Malaikat menyatakan maksud  hendak mengangkat seorang khalifah di bumi ini.


قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ فِيْهَاوَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ
 "Mereka berkata: Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?”

             Apakah engkau akan menciptakan suatu makhluk yang akan menumpahkan darah dan yang akan membuat kerusakan di muka bumi ini? Rupanya ada makhluk sebelum manusia ini yang merusak muka bumi ini. Memang yang harus kita tahu bahwa alam raya ini tercipta jauh sebelum terciptanya manusia. Para pakar berkata bumi ini diciptakan sepuluh billion atau lima belas billion tahun yang lalu, sedangkan manusia seperti kita ini atau yang dinamai makhluk modern terbentuk baru empat puluh ribu tahun yang lalu, sebelum itu ada makhluk yang berbentuk manusia yang tidak sempurna berkisar seratus ribu tahun yang lalu.
Ada juga yang mengartikan setelah Allah menyatakan maksudNya itu, maka Malaikat mohon penjelasan, khalifah manakah lagi yang dikehendaki oleh Tuhan hendak diciptakan?.

               Di dalam ayat terbayanglah oleh kita bahwa Malaikat, sebagai makhluk Ilahi, yang tentu saja pengetahuannya tidak seluas pengetahuan Tuhan, meminta penjelasan, bagaimana corak khalifah itu ? Apakah dengan adanya khalifah, kerusakan yang akan timbul atau penumpahan darahlah yang akan terjadi ?
 Padahal alam dengan kudrat iradat Allah Ta'ala telah tenteram,Tuhan telah menciptakan malaikat sebagai makhluk yang patuh, tunduk,taat,dan setia, bertasbih, mensucikan nama Allah.Rupanya ada sedikit pengetahuan dari malaikat-malaikat itu bahwasanya yang akan diangkat menjadi khalifah itu adalah satu jenis makhluk (manusia).
Sehingga para beranggapan bahwa apabila jenis makhluk itu telah ramai, maka mereka akan saling berebut kepentingan dan kekuasaan antara satu sama lainNya.
Apabila kepentingan satu golongan bertentangan dengan golongan yang lain, maka timbullah pertentangan dan dengan demikian timbullah kerusakan bahkan akan timbul juga pertumpahan darah.

Tanggapan Allah SWT tentang pendapat malaikat,melalui firmanNya;

قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
"Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. " (ujung ayat 30).

Artinya, dengan-jawaban itu, Allah Ta'ala tidak membantah pendapat dari MalaikatNya, cuma menjelaskan bahwasanya pendapat dan ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bukan berarti Tuhan memungkiri akan timbulNya kerusakan dan pertumpahan darah tetapi ada maksud lain yang lebih jauh dari itu, sehingga kerusakan hanyalah sebagai pelengkap saja dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat perjalanan hidup saja di dalam menuju kesempurnaan. memang boleh jadi menumpahkan darah, kalau untuk membela negaranya boleh-boleh saja, boleh jadi membuat kerusakan di bumi, kalau pengerusak itu dapat ditoleransi, maka akan ditoleransi dalam batas-batas tertentu. Dalam jawaban Tuhan yang dernikian, Malaikatpun menerimalah dengan penuh khusyu dan taat.
Tersebut pula bahwa Malaikat yang datang membawa wahyu kepada Rasul-rasul itu namanya Jibril, dan disebut juga Ruhul-Arnin, dan disebut juga Ruhul-Qudus. Tetapi manusia yang beriman dan Istiqomah (tetap hati) di dalam Iman kepada Allah, juga akan didatangi oleh Malaikat-malaikat, untuk menghilangkan rasa takut dan duka­cita mereka. Dan di dalam peperangan Badar Malaikat itupun datang, sampai 3.000 banyaknya.
Seperti itulah yang tersebut dalam al-Qur'an. Dan dijelaskan pula oleh hadits-hadits bahwa Malaikat-malaikat itu memberikan ilham yang baik kepada manusia, dan menimbulkan keteguhan semangat dan iman. Sebagaimana juga disebutkan di dalam hadits bahkan di dalam al-­Qur'an sendiri bahwa setan, sebaliknya dari Malaikat, selalu membawa ilham buruk dan was-was kepada manusia. Tetapi ketika orang diberi ilham baik oleh Malaikat atau was-was buruk oleh setan maka yang menerima ilham atau was-was itu bukanlah badan kasar, melainkan roh manusia.

              Tidaklah ada orang yang nampak dengan matanya seketika Malaikat atau setan datang memberinya ilham atau was-was melainkan masuk pengaruhnya ke dalam jiwa atau perasaan orang itu. Ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi, an-Nasa' i dan Ibnu Hibban, demikian bunyinya :
"Sesungguhnya dari setan ada semacam gangguan kepada anak Adam, dan dari Malaikatpun ada pula. Adapun gangguan setan ialah menjanjikan kejahatan dan mendustakan kebenaran, dan sentuhan Malaikat ialah menjanjikan kebaikan dan menerima kebenaran.Maka siapa yang merasai yang demikian, hendaklah dia mengetahui bahwa perkara itu dari Allah, dan berterima-kasihlah dia kepadaNya.Tetapi kalau didapatnya lain, hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan. (Kemudian dibacanya ayat yang artinya : "Setan menyuruh menjanjikan melarat untukmu dan menyuruhmu berbuat yang keji-keji. '
Turmidzi mengatakan hadits ini hasan gharib. Syaikh Muhammad Abduh seketika menafsirkan ayat ini berkata:
"Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa di dalam batin segala yang tercinta ini memang tersembunyi kekuatan-kekuatan besar yang menjadi sendi dari kekuatan dan kerapiannya, yang tidak mungkin dipungkiri sedikitpun oleh orang yang mempergunakan akal. Orang yang tidak beriman kepada wahyu, mungkin keberatan menamainya Malaikat, sebab itu setentah menamainya tenaga alam atau Natuurkrachten tetapi sudah nyata bahwa mereka tidak dapat memungkiri dengan akal sehat akan adanya makhluk itu, yang di dalam agama dinamai Malaikat. Namun hakikatnya hanyalah satu. Adapun orang yang berakal tidaklah nama-nama itu mendindingnya buat sampai kepada yang dinamai."


Setelah itu Allah pun rnelanjutkan apa yang telah Dia tentukan, yaitu menciptaka khalifah yaitu Nabi Adam.
وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا

"Dan telah diajarkanNya kepada Adam nama-namanya semuanya. " (pangkal ayat 31).

Artinya diberilah oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu.

ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Kemudian Dia kemukakan semuanya kepada Malaikat. lalu Dia berfirman : Beritakanlah kepadaKu nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk­makhluk yang benar. (ujung ayat 31).


                Sesudah Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Tuhan nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan pancaindra ataupun dengan akal semata-mata, semuanya diajarkan kepadanya.  Kemudian 'I'uhan memanggil Malaikat-malaikat itu dan Tuhan menanyakan kepadanya adakah mereka tahu nama-nama itu ? Jika benar pendapat mereka selama ini bahwa jika khalifah itu terjadi akan mnimbulkan kerusakan dan pertumpahan darah, sekarang cobalah jawab pertanyaan Tuhan : Dapatkah mereka menunjukkan nama-nama itu ?

قَالُوا سُبْحَانَكَ لا عِلْمَ لَنَا إِلا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
"Mereka menjawab :Maha Suci Engkau! idak ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu, lagi. Maha bijcakscaraa. " (ayat 32).

              Di sini nampak pengakuan Malaikat akan kekurangan ilmu yang mereka miliki.Tidak ada pada mereka pengetahuan, kecuali apa yang diajarkan Tuhan kepadanya. Mereka memohon ampun dan karunia., menjunjung kesucian Allah bahwasanya pengetahuan mereka tidak lebih daripada apa yang diajarkan kepadanya. Yang mengetahui akan semua hanya Allah. Yang maha bijaksana memberi ilmu kepada siapa yang Dia kehendaki. sesungguhnya  Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksa.Dengan demikian penafsiran ayat ini adalah  “Engkau Maha mengetahui atas siapa yang pantas dan Engkau bijaksana dalam menetapkan siapa yang menjadi khalifah.

Sekarang Tuhan menghadapkan pertanyaanNya kepada Adam :
قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ
"Berkata Dia : Wahai Adam ! Beritakanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya. " (pangkal ayat 33).

Oleh Nabi Adam titah Tuhan itupun dijunjung. Segala yang ditanyakan Allah dia jawab, dia terangkan semuanya di hadapan Malaikat tentang nama-nama itu.
فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
"Maka tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semuanya berfirmanlah Dia : Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku lebih mengetahui rahasia langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. " (ujung ayat 33).

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “sujudlah kamu kepada Adam!” maka merekapun bersujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.”
               Huruf Fa’ yang ada pada kalimat “fasajaduu”berarti sesuatu yang terjadi secara langsung begitu disuruh langsung dia sujud, kalau iblis tunggu dulu dia masih fikir-fikir. Kata “iLLa” yang terdapat pada kalimat “illa ibliis” bermakna “kecuali”, namun ada juga yang mengatakan “tetapi”, jika bermakna kecuali maka iblis itu termasuk dari golongan malaikat,  namun jika dikatakan “tetapi” maka bukan termasuk malaikat, kata sebagian ulama’ mengatakan iblis diciptakan dari api, sedangkan malaikat dari cahaya. Karena itu terjemahan yang tepat  adalah “sujudlah malaikat tetapi iblis enggan dan merasa dirinya besar dan angkuh. “kenapa saya harus sujud sedang engkau ciptakan kami dari api sedangkan dia hanya dari tanah. Firman Allah jangan lihat apa asal kejadian seseorang akan tetapi lihatlah bagaimana fungsinya dan ketaatannya pada Allah.

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ
 “Dan kami berfirman, wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga,”
“tinggallah engkau Adam (hanya Adam bukan dengan keturunan) karena adam tidak memiliki keturunan.
وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا
 “Dan makanlah dengan nikmat(berbagai makanan) yang ada disana sesukamu,”
Dan makanlah sesenang hatimu berbagai makanan yang ada disini, nikmatilah semuanya, perintah tuhan itu sangat banyak yang dilarang hanya satu, bisa dikatakan 99% yang dibolehkan dan hanya 1% yang tidak dibolehkan, yakni.
وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ
 “(tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini”
Jangan mendekati pohon “ini”, berarti Allah dekat pohon, dekat pula dengan adam, maka ketika adam memakan buah pohon itu maka Allah telah jauh. Maka dikatakan dalam surat al-a’rof,( هما فنادي )maka Allah berteriak kepadanya, “apa yang menjadikan kamu makan pohon itu? (berteriak berarti Allah telah jauh). Orang yang berdosa jauh dari tuhan.

فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا
 “Lalu setan memperdayakan keduanya dari surga”

Yakni Adam dan Hawa digelincirkan oleh setan, maka keduanya tergelincir.

فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ
 “Sehingga keduanya dikeluarkan dari(segala kenikmatan) ketika keduanya disana(surga)”

Maka disebabakan karena godaan setan maka keduanya keluar dari surga lalu kami katakan”silahkan turun kebumi”

وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ
 “Dan Kami berfirman, “turunlah kamu! Sebagian kamu akan menjadi musuh sebagian yang lain”

             Kenapa Adam disuruh kesurga baru ke dunia? Kenapa tidak langsung diturunkan ke bumi? Rupanya Tuhan mau memberikan pengalaman, pengetahuan dan bekal Adam di bumi. Maka penafsiran ayat ini adalah” hai Adam ! ini ada surga, didalamnya indah sekali, ada pangan dan segala jenis kenikmatan ada disini, kamu saya tugaskan ke bumi, dan ciptakan bayang-bayang surga di bumi. Dan hati-hatilah kamu di bumi akan ada musuh bagimu, musuhmu itu pandai merayu.Sehingga ketika turun ke bumi dia sudah tau tugasnya, targetnya dan musuhnya.iblis dan keturunanya akan menjadi musuh bagimu dan begitupun kamu jadikan dia musuhmu.

عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ

“Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.”
Dan di bumi ada tempat tinggal dan kesenangan yang gampang diperoleh tetapi gampang lenyap(kesenangan yang sementara) karena ada kesenangan yang lebih bagus dan kekal(surga).

فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ
 “Kemudia Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya”

Sesampai di bumi Adam menerima kalimat-kalimat dari Allah. Ada bermacam-macam penafsiran ulama’ tentang kalimat-kalimat ini, yang jelas Allah menciptakan sesuatu pada Adam  yang menjadikannya sadar atas kesalahannya. Dalam tafsir Jalalain disebutkan kalimat itu yakni, “RABBANAA ZHOLAMNAA ANFUSANAA WAILLAM TAGHFIRLANAA WATARHAMNAA LANAKUUNANNA MINAL KHOOSIRIIN.”

فَتَابَ عَلَيْهِ
Maka Adam meminta ampun dengan kalimat tersebut, maka kembali(taubat) padaNya, maka diterima taubatnya.

تاب (taubat) artinya “kembali” karena tadi Allah dan Adam sama-sama jauh, maka dikatakan Allah juga taubat tetapi bukan seperti taubatnya manusia. Allah taubat memberi maaf, manusia taubat memohon ampunan. Maka didalam tafsir dikatakan sabda Nabi, kalau  Allah taubat, jika  taubatnya manusia seperti berjalan perlahan maka taubat Allah berjalan cepat, jika taubatnya berjalan cepat maka Allah berlari.
إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“sumgguh Dia Maha Penerima taubat, Maha Penyayang”







B.     Surah Al-Isra’: 70

ولقدكرمنا بني أادم وحملناهم فى البر والبحرورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثيرممن خلقناتفضيلا

Artinya:

“Dan  Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”(QS: Al-Isra’ : 70)

       Isi Kandungan Ayat

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang diberi kelebihan serta keistemewaan. Dalam penciptaanya manusia dianugerahi akal, rupa yang indah dan bentuk badan yang serasi. Hal ini tentu saja menjadi keutamaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.  Dalam konteks ayat diatas, Allah memuliakan bani Adam yaitu manusia dari makhluk yang lain baik malaikat,jin, semua jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kelebihan manusia dari makhluk-makhluk lain berupa fisik maupun non fisik.[8]
manusia dianugrahi Allah keistemewaan yang tidak diberikan kepada selainnya dan itulah yang menjadikan manusia mulia serta harus dihormati, walaupun ia telah menjadi mayat. Darah, harta, dan kehormatan manusia tidak boleh dialirkan dan dirampas begitu saja, semua harus dihormati dan dimuliakan.
Sungguh besar rizki yang diberikan oleh Allah SWT. Tak  ada sedikitpun yang kurang dari anugerah-Nya. Allah telah menyediakan semua yang dibutukan makhluk-Nya sehingga Manusia tidak mampu menghitung atas apa yang Allah karuniakan kepadanya. Bahkan makhluk selain manusia seperti hewan melata di muka bumi mendapat rizki tampa mengalami masalah dan kekurangan.
Untuk mendapatkan rizki dari Allah, tentu saja manusia juga harus berusaha dengan sungguh-sungguh. Rizki itu tidak datang dengan sendirinya, perlu daya dan upaya  untuk memperolehnya dengan disertai doa dan tawakkal. Dalam pemanfaatannya pun harus disertai rasa syukur dan senantiasa mengharap ridho-Nya.
Allah juga menundukkan segala sesuatu yang ada di darat maupun di laut untuk memberi kemanfaatan bagi kehidupan manusia. Manusia diberi petunjuk untuk menciptakan sarana transportasi untuk memenuhi kebutuhannya. Jika kita lihat di zaman modern ini, manusia tidak perlu berjalan kaki untuk melintasi daratan, tidak perlu berenang untuk mengarungi luasnya samudera. Karena semua itu dapat ditempuh dengan menggunakan berbagai macam alat transportasi dari yang biasa saja maupun yang super canggih sekalipun.
Kemuliaan dari manusia dapat dibuktikan dengan tujuan diciptakannya yaitu sebagai khalifah fil ardh. Mengemban tugas sebagai khalifah di bumi tentu saja tidak mudah. Dalam hal ini manusia harus memelihara keseimbangan lingkungan baik lngkungan hidup maupun social. Untuk proses pemeliharaan tersebut harus berfikir dan mengerahkan seluruh kemampuannya, maka dari itu Allah anugrahkan kepada manusia akal yang mampu menyerap pengetahuan serta memecahkan sesuatu persoalan.
meskipun demikian, banyak manusia yang tidak menyadari akn ketinggian derajatnya sehingga tidak melaksanakan sebagai fungsinya sebagai khalifah di bumi ini.
            Di akhir ayat, Allah SWT menegaskan bahwa Dia telah melebihkan mereka itu dengan kelebihan yang sempurna dari kebenyakan makhluk yang lain yang di ciptakan-Nya. Dengan demikian seharusnya manusia tidak mengadakan tuhan-tuhan yang lain yang mereka persekutukan dengan Allah. Akan tetapi hendaknya beribadah kepada-Nya, mensyukyuri semua nikmat-Nya, serta [9]mengikuti bimbingan wahyu-Nya.


C.Surat Ar ra’d ayat 11
                                                                                                             
له معقبات من بين يدىه ومن خلفه يحفظونه من امرالله . إن الله لايغيرما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم. وإذا ارادالله بقوم سواء فلامردله ومالهم من دونه من وال




Arti keseluruhan:
                 
"Baginya(manusia)ada malaikat-malaikat yang selalu menjagNya bergiliran,dari depan dan belakangNya.Mereka menjagaNya atas perintah allah.SesungguhNya allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.dan apabila allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,maka tak ada yang dapat menolakNya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain dia(allah)".

Dari penggalan ayat di atas memberikan sebuah ibrah atau pelajaran bagi setiap insan yang mau mengimani serta mempercayai akan kadrat dan iradat allah swt bahwa allah tidak akan merubah nasib manusia sebelum mereka mau mengintropeksi serta menyadari keadaan dan nasib mereka.
Sebagian umat Islam menggunakan ayat ini sebagai pembenaran untuk tidak berusaha menegakkan syari’at Allah di atas bumi dengan membangkitkan umat secara bersama. Sebaliknya, mereka mengatakan bahwa seorang muslim harus menyempurnakan diri mereka terlebih dahulu, kemudian barulah seorang muslim memperhatikan kerusakan di tengah masyarakatnya. Karenanya mereka menekankan penyempurnaan individu, sebagaimana Allah SWT berfirman bahwa Dia tidak akan mengubah kondisi masyarakat hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri setiap individu.
Tanpa bermaksud mengabaikan pentingnya tazkiyyat un-nafs (pembersihan jiwa individu), penting untuk menghapuskan pemahaman yang salah di atas, terutama pemikiran bahwa dengan tazkiyyat un-nafs saja seorang muslim bisa membangkitkan umat secara keseluruhan. Tafsir berikut akan menjelaskan makna sesungguhnya dengan penjelasan kata per kata dengan tujuan membuka makna Dakwah Islam yang seharusnya, yaitu Dakwah yang Jama’iy. Selain itu, tafsir ini akan membuktikan kesalahan penafsiran yang sangat dipengaruhi oleh individualisme Barat.


Bentuk ayat
Ayat yang menjadi pembahasan berbentuk ikhbariyyah(informatif), karenanya ayat tersebut menginformasikan tentang kapan Allah SWT akan mengubah kondisi sebuah masyarakat. Ayat tersebut tidak memberikan secara detail tata cara untuk kebangkitan dan tidak bisa digunakan untuk mendapatkan pemahaman tentang tata cara tersebut, sebagaimana tidak ada satupun mufasirin yang menggunakan secara demikian.
Imam ul-Qurthubi dalam tafsir beliau al Jaami’u li Ahkam il-Qur’an mengatakan “akhbara Allahu” (yang artinya, “Allah mengabarkan’) yang berarti ayat Ar Ra’du:11 adalah ayat ikhbariyyah karena ayat tersebut menginformasikan kepada kita tentang hukum Allah terkait dengan perubahan.
Bagi Siapa Perubahan Terjadi ?
Kata kerja (fi’il) yang dibahas adalah tentang perubahan (yughoyyiru) dan yang melakukan (faa’il) perubahan adalah Allah SWT. Kemudian, siapa yang menjadi obyek dari kata kerja tersebut (al maf’uul)? Dengan pertanyaan lain, siapakah yang akan diubah oleh Allah? Allah berfirman, “ ma bi qoumin ” yang artinya, “ apa yang ada pada sebuah kaum ”
Jadi jelas bahwa perubahan terjadi atas sebuah kaum. Apa arti kata kaum dan bagaimanakah kondisi perubahan tersebut? Kata maaadalah ‘aam (maa al-‘umuum), jadi apapun yang ada pada sebuah kaum. Lebih jauh, kata kaum berbentuk mutlaq (tidak dibatasi) dan karenanya bisa juga diterapkan atas kaum kafir. Sehingga, makna yang lebih tepat untuk Innallaha laa yughoyyiru maa bi qoumin adalah bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengubah apapun yang ada pada sebuah kaum.
Perhatikan bahwa kata yang digunakan adalah kata “Qoum”, yang berarti pokok pembahasannya adalah perubahan yang kolektif bukan perubahan yang individual. “Qoum”, dalam bahasa Arab, berarti bangsa atau syu’ub (masyarakat) dan bisa juga berarti umat.
Semua makna tersebut tidaklah menunjukkan pengertian individual atau kumpulan individu. Fardatau syakhs bermakna individual atau seseorang dan afraad atau syakhshiyyunadalah jamak yang berarti kumpulan individu atau orang banyak. Kata-kata ini bisa digunakan untuk menunjukkan aktivitas yang mengikuti perubahan individual. Namun, Allah tidak menggunakan kata-kata tersebut dalam ayat ini.
Bahkan, Allah SWT menggunakan Qoum yang bermakna bangsa atau umat. Bangsa memiliki konotasi yang spesifik. Bangsa berarti tidak sekedar kumpulan manusia, lebih daripada sekedar afraad. Perbedaannya terletak pada kebersamaannya, yaitu Qoum yang diikat oleh sebuah identitas yang sama, yaitu adanya sebuah pendorong bagi persatuannya. Karena itulah, sebuah qoumbisa digunakan untuk menjelaskan kata bangsa yang dipersatukan oleh ras, sehingga muncullah kata qoumiyyah (nasionalisme). Akan tetapi, kata qoumtidak dibatasi untuk menjelaskan makna kelompok etnik tertentu, seperti muslimin. Juga, kata qoum tidak dibatasi pengertiannya pada lingkungan ideologis tertentu. Karena itu, kata qoum dalam ayat ini bisa digunakan untuk segala bangsa, tidak terikat dengan ras atau ideologinya, sehingga bentuknya mutlaq (tidak dibatasi) dan bisa diterapkan bagi semua kelompok bersama manusia.
Apa yang harus dilakukan oleh sebuah kaum ?
Allah menambahkan, hattaa yughayyiruu” yang berati “hingga mereka mengubah”. Kata-kata ini menunjukkan shighaat as syurth (bentuk pensyaratan), yaitu digunakannya lafadz “hatta” (hingga). Sehingga makna yang dihasilkan oleh ayat adalah “Allah tidak mengubah,  hingga mereka mengubah ”. Penggunaan syarat di sini menunjukkan bisa diambil mafhum mukholafah (pengertian sebaliknya), yaitu jika sebuah kaum tidak mengubah diri mereka secara bersama-sama, maka Allah tidak akan mengubah keadaan kaum tersebut. Jadi, syarat perubahan keadaan sebuah kaum adalah berawal dari tindakan dari kaum tersebut dan itu berarti proaktif tidak secara pasif menunggu datangnya pertolongan Allah. Ingat, kata yang digunakan adalah yughoyyiruu dalam bentuk kerja aktif (bukan yughoyyaru, kata kerja pasif) dan ini berarti bahwa kaum harus bertindak aktif dan tanpa tindakan aktif maka perubahan keadaan tidak akan terjadi.
Apa yang harus diubah ?
“Maa bi anfusihim”  (Apapun yang ada pada diri mereka)
Lafadz maayang digunakan adalah maa al ‘umum, yang berarti segala aspek kehidupan harus diubah. Isim nafs juga digunakan dalam bentuk jamak anfus. Nafs mencakup segala hal yang ada pada diri manusia tidak sekedar masalah ibadah ritual semata atau aspek-aspek tertentu saja. Karena itu, Allah telah mengabarkan bahwa Dia SWT tidak akan mengubah keadaan sebuah kaum hingga mereka secara bersama-sama mengubah apapun yang ada pada diri mereka dalam segala aspeknya. Sekali lagi, mereka adalah sebuah kaum bukan sekedar kumpulan individu.
Apa bentuk perubahan tersebut ?
Kata kaum dalam bentuk mutlaq (tidak dibatasi) yang berarti kabar dari Allah bahwa Dia SWT tidak menghendaki perubahan hanya terjadi pada diri kaum muslimin saja, tetapi untuk umat manapun termasuk kaum kuffar. Ini adalah sunatullah. Ini berarti kaum muslimin tidak boleh mencukupkan diri hanya dengan sholat, puasa, zakat dan haji dalam merintis kebangkitan kaum muslimin. Sunatullah telah menentukan bahwa perubahan kaum juga terjadi pada diri kaum kafirin, yang jelas-jelas mereka tidak pernah sholat, puasa, zakat dan haji. Negeri-negeri kafir telah mengalami kemajuan luar biasa dalam ekonomi, teknologi dan politik. Jelaslah, bentuk perubahan yang dituntut oleh ayat tersebut pun juga tidak dibatasi pada sekedar aspek ibadah ritual, akhlak dan pakaian atau bahkan sekedar berpredikat muslim.
Perubahan yang dituntut oleh ayat ini adalah perubahan yang kaffah, sebuah perubahan yang sempurna dan menyeluruh. Perubahan tersebut haruslah yang ideologis, yaitu perubahan yang berawal dari pandangan hidup,yang dari pandangan hidup itu kemudian terpancarlah semua aturan kehidupan. Perhatikanlah kebangkitan Islam yang pertama dibawah pimpinan Rasulullah dengan tegaknya Daulah Khilafah Islamiyyah pertama di Madinah al Munawaroh. Namun, ketika kaum muslimin lemah dalam berpegang kepada ideologi Islamnya, maka runtuhlah Daulah Khilafah Islamiyyah Utsmaniyyah. Perhatikan pula tegaknya negara komunis Uni Sovyet dalam masa 50 tahun setelah ditulisnya ideologi komunisme (buku Das Capital) oleh Karl Marx. Namun, Uni Sovyet runtuh ketika rakyat tidak lagi mempercayai ideologi komunisme. Juga perhatikan kebangkitan Eropa, dengan pandangan hidup sekulerisme mereka di masa sebelum Revolusi Industri terjadi. Mereka temukan sebab kemunduran mereka, yaitu gereja mengekang kebebasan mereka sehingga muncullah pemikiran agama hanya sebatas kehidupan ritual dan kehidupan keseharian berdasarkan aturan manusia. Begitu pula Amerika Serikat ketika berusaha merdeka dari kungkungan Inggris, bahkan mulai Perang Dunia II Amerika Serikat menguasai dunia.
Jelaslah, ketika sebuah kaum bersatu dan hidup berlandaskan sebuah pandangan hidup yang satu dan produktif, tampak dalam kehidupan kaum tersebut aturan-aturan hidup yang muncul dari pandangan hidupnya, maka niscaya Allah akan mengubah kaum tersebut. Artinya, mereka total dalam memeluk ideologi yang menjadi pandangan hidup beserta aturan-aturan yang terpancar dari pandangan hidup tersebut.
Kaum muslimin pasti akan bangkit dan memimpin kembali dunia , jika mereka kembali kepada pandangan hidup mereka, bahwa mereka mengimani Allah sebagai Pencipta dan Pengatur kehidupan mereka, mereka menjalani kehidupan berdasarkan aturan Allah dan kemudian mereka akan mempartanggungjawabkan setiap langkah hidupnya di akhirat nanti. Konsekuensi dari pandangan hidup tersebut sangat jelas, mereka harus hidup dibawah aturan Allah. Jika kaum muslimin hanya menjadikan kemusliman mereka sebagai label tanpa benar-benar tunduk kepada aturan Allah, maka tampak jelas kemunduran kaum muslimin. Mereka terpecah belah dalam lebih dari 50 nation state (negara bangsa) dan ini pun membuktikan bahwa kaum muslimin belum hidup berlandaskan hukum Allah, sebagaimana Islam telah menggariskan bahwa tidak boleh ada dua kepemimpinan dalam tubuh kaum muslimin. Perhatikanlah Amerika Serikat, sebuah perserikatan negara-negara bagian yang satu ideologi.
Begitu pula Eropa yang mulai bangkit kembali dengan membentuk perjanjian Maastricht dengan cita-cita menjadikan Eropa satu negara, bahkan mereka sekarang mulai menyatukan mata uang mereka.
Kaum muslimin memiliki ideologi terbaik, sebuah ideologi yang mengatur kebutuhan hidup manusia, tidak melepaskannya secara liar dan tidak mengekangnya bahkan tidak menghapuskan kebutuhan hidup manusia. Kaum muslimin memiliki ideologi Islam yang secara kaffah mengatur kehidupan manusia secara tuntas dan menyeluruh. Sistem pemerintahan dalam ideologi Islam adalah terbaik, sistem ekonominya membuat manusia sejahtera, sistem sosial dimana interaksi pria-wanita terjadi menjadikan manusia memiliki kehormatan sebagai manusia, sistem pendidikannya menjadikan manusia memiliki pemikiran cemerlang, dinamis dan produktif. Dan semua aturan kehidupannya pasti sesuai dengan fitrah manusia.
Mari kita kembali kepada fitrah manusia yang membutuhkan rasul, fitrah bahwa diri kita lemah, sehingga kita membutuhkan tuntunan dari Dzat yang menciptakan kita. Dialah Allah SWT.
Studi kasus :
            Studi kasus tentang ayat ayat di atas juga sangat mudah di jumpai, karena model kehidupan masyarakat yang sudah cukup jauh dari pada islam, sehingga banyak kasus kasus yang muncul di masyarakat. Masyarakat sekarang sudah tidak lagi memperhatikan asupan akal (ilmunya), masyarakat lebih suka mencari kemudahan kemudan dan cenderung malas. Sehingga intisari yang terkandung dalam ayat ayat di atas serasa menjadi sia sia. Bahwasanya manusai di muliakan dalam aspek akalnya, mau belajar dan mengembangkan diri.

Sedangkan yang terjadi sekarang sudah jelas, pola pikir masyarakat masih rendah, terutama pada aspek pentingnya menuntut ilmu, terutama pada ilmu agama. Sehingga kehidupan menjadi timpang akibat masyarakat tidak memahami islam baik dari segi hukum/aturan, pendididkan, ekonomi, politik, ibadah bahkan sampai ke level tata negara, islam sangatlah kompleks.

Tidak ada komentar:

follow me in

adv



From: http://www.nusaresearch.net/public/recommend/recommend

clik me

yours comment here